Catatan Terpendam di Balik Megahnya Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta

Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman. (Foto: Dok. Pribadi)

Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA), Jajang Nurjaman. (Foto: Dok. Pribadi)

Bisa dibilang proyek Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) merupakan ambisi besar dari sosok Ignasius Jonan. Ignasius sebelum didapuk Jokowi menjadi menteri Perhubungan kemudian Menteri ESDM lebih dulu menjabat Dirut PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Di masa Ignasius menjadi Dirut PT KAI sejak 2009 sampai dengan 2014 banyak program yang ia rencanakan dan kerjakan, salah satunya Pembangunan Jalur Kereta Api Bandara Soetta. Proyek jalur kereta api Soetta sudah direncanakan sejak tahun 2012 kemudian baru dilelang di tahun 2013 harapannya menjelang akhir jabatan Ignasius sebagai Dirut PT KAI di tahun 2014 mega proyek ini sudah terealisasi. Namun apa lacur ternyata baru bisa jadi sampai Ignasius menjadi menteri bahkan dua kali di Kementerian Perhubungan dan Kementerian ESDM.

Proyek Kereta Api Bandara Soetta mangkrak, karena tergendala segudang masalah. Seperti yang sering dikeluhkan dan diceritakan Ignasius Jonan kepada media. Tentunya, tidak semua diceritakan oleh Ignasius apalagi terkait berapa besar uang negara yang hilang dalam proses pembuatan proyek Kereta Api Soetta dari awal hingga rampung.

Salah satunya, saat Ignasius masih menjadi dirut PT KAI. Tahap pertama untuk menjalankan sebuah proyek besar tentunya perlu ada studi kelayakan. Proses ini guna melengkapi persyaratan penetapan trase jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta yang nantinya akan melalui wilayah Pemerintahan Kota (Pemkot) Tangerang.

Dalam rangka melengkapi persyaratan penetapan trase jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta yang melewati Pemerintahan Kota Tangerang, PT KAI menunjuk Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB).

Selanjutnya LAPI-ITB membuat studi kelayakan finansial dan teknis pembangunan jalur kereta api Bandara Soekarno-Hatta untuk trase yang melalui pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Studi kelayakan untuk trase yang melalui Pemerintahan Kota Tangerang tersebut disampaikan kepada Walikota Tangerang pada tanggal 21 Juni 2012.

Namun sayang, perijinan trase yang diajukan PT KAI berdasarkan Studi Kelayakan LAPI ITB ternyata ditolak mentah-mentah oleh Pemkot Tangerang. Penolakan ini bukan tanpa dasar, karena sebagai pihak yang memiliki wilayah Pemkot tangerang tentunya berharap dengan adanya kereta api Soetta yang melalui kota tangerang bisa membawa maslahat bukan mudharat.

Walikota Tangerang saat itu, menyarankan rencana trase jalur kereta api agar berdampingan dengan rencana trase jalan tol JORR 2 ruas Kunciran-Batuceper–Bandara Soekarno-Hatta sehingga pemanfaatan ruang di sekitarnya dan proses pengadaan tanah dapat lebih optimal.

Walhasil dari penolakan tersebut, mau tidak mau PT KAI harus membuat kajian terhadap trase yang baru yaitu trase yang sejajar dengan tol JORR 2. Padahal kajian awal yang sudah dilakukan LAPI ITB telah menghabiskan anggaran sebesar Rp 2.882.177.614. Uang miliaran yang diambil dari kas PT KAI untuk biaya kajian trase akhirnya terbuang percuma karena toh memang tidak akan dipakai.

Hal ini tentunya tidak akan pernah terjadi, jika saja saja PT KAI yang saat itu dinahkodai Ignasius Jonan tidak gegabah dan mau koordinasi dengan pemerintah setempat dalam hal ini Pemkot Tangerang. Mungkin sudah menjadi tabiat Ignasius yang kelewat pede dalam membuat program, namun jika kebiasaan tersebut masih dipegangnya hingga saat ini, bisa berakibat fatal. Apalagi posisi beliau kini bukan lagi dirut melainkan menteri yang memegang kuasa uang negara triliunan rupiah.

Oleh: Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA)

Exit mobile version