NUSANTARANEWS.CO – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mempertanyakan aturan baru yang tertuang Peraturan Pemerintah (PP) tentang BUMN yang terbaru. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
“Kok jadi seperti itu ya? BUMN itu adalah keuangan negara dan tunduk terhadap UU Keuangan Negara dan UU Kekayaan Negara,” ujar Anggota BPK Achsanul Qosasi saat dihubungi, Jumat (13/1/2017).
Menurutnya, aturan ini akan bertabrakan dan melanggar aturan lainnya tentang kekayaan negara. Karena, segala saham yang masuk dalam kekayaan negara, pengambilalihan ataupun perubahan status kepemilikan harus berdasarkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Semua pengurangan kekayaan negara harus mendapat persetujuan rakyat (DPR),” tegasnya lagi.
Dihubungi secara terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo berpendapat aturan tersebut berbahaya karena saham BUMN yang dimiliki negara dapat berpindah tangan ke siapapun tanpa diketahui oleh DPR.
“Jika dilihat kontennya ada dua hal bermasalah. Pertama klausul perubahan kekayaan negara. Dalam PP ini setiap perpindahan aset negara ke BUMN lain atau Perusahaan Swasta, itu tanpa harus persetujuan DPR,” kata Agus.
Dalam PP tersebut, tertulis di Pasal 2A yakni:
(1) Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
“Maksudnya, ketika ada perpindahan kepemilikan saham yang dimiliki negara dalam hal ini BUMN ke perusahaan lain ataupun pengalihan saham melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) maka tidak melalui mekanisme APBN. Jadi pengalihan saham melalui PMN bisa dilakukan pemerintah kapan saja tanpa wewenang DPR,” kata Agus menambahkan.
“Lho ini berbahaya seperti melego Indosat saja ketika itu tanpa persetujuan DPR maka BUMN bisa saling bergabung dan berpindahtangan kepemilikannya,” pungkasnya. (Restu)