Batubara Masih Primadona, Jonan Klaim Tak Lagi Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Pulau Jawa

Menteri ESDM Ignasius Jonan pada konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (12/2/2018) terkait pencabutan peraturan kementerian. (Foto: Dok. ESDM/Istimewa)

Menteri ESDM Ignasius Jonan pada konferensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (12/2/2018) terkait pencabutan peraturan kementerian. (Foto: Dok. ESDM/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan kementerian yang dipimpinnya memutuskan tak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap (batubara), khususnya di Pulau Jawa. Menurutnya, langkah tersebut sebagai bagian dari komitmen pemerintah Indonesia mengawal Traktat Iklim Paris (Paris Agreement) 2015 untuk membatasi pemanasan global sampai berada di bawah 2 derajat celcius.

Indonesia diketahui telah menyelesaikan proses ratifikasi Perjanjian Paris pada tahun 2016 lalu sekaligus menegaskan komitmen negara penyumbang 1,5 persen emisi di dunia ini.

Baca juga: 7 Kunci Perjanjian Iklim Paris

Tepatnya pada 31 Oktober 2016 lalu terdapat 89 negara di dunia, termasuk Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris.

“Di Pulau Jawa, tidak ada lagi lelang, commisioning ataupun penandatangan untuk PLTU Batubara. Kita tidak ingin memperburuk polusi udara. Kita dorong para pelaku tambang membangun PLTU Mulut Tambang. Itu dapat dilakukan di Sulawesi Tenggara dan Kalimantan,” kata Jonan, Jakarta, Rabu (11/4).

Sebelumnya Kementerian ESDM mengungkapkan pemenuhan pasokan listrik akan diutamakan melalui pengembangan kapasitas pembangkit. Selain untuk memenuhi pertumbuhan beban, faktor keandalan pasokan jadi titik tekan atas antisipasi melonjaknya kebutuhan listik selama 10 tahun mendatang.

Baca juga: Pembangkit Listrik Batubara Masih Jadi Primadona dalam Program Kementerian ESDM

Pemerintah menetapkan target bauran energi pembangkit hingga akhir 2025 dengan target batubara sebesar 54 persen, Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen, gas 22,2 persen dan bahan baka minyak (BBM) sebesar 0,4 persen.
Saat ini kita fokus pada isu lingkungan. Tak seorangpun bisa menghindar dari isu tersebut. Bahkan akan memberikan sanksi tegas jika ada perusahaan maupun individu yang mencoba melanggar isu lingkungan,” lanjut Jonan.

Diketahui, Kementerian ESDM masih terus menggaungkan program pembangkit listrik 35.000 MW yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 silam. Waktu itu, Joko Widodo yakin benar program tersebut akan tercapai dalam kurun waktu lima tahun. Sayangnya, mendekati usia ketiga tahun memimpin pemerintah harus mengakui program pembangkit listrik 35.000 MW terlalu ambisius di mana diakui tak akan mampu tercapai sesuai target.

Baca juga: Program Pembangkit Listrik 35.000 MW Paling Tidak Realistis

Sehingga tak ayal, program pembangkit listrik 35.000 MW disebut-sebut sebagian pihak merupakan program yang tak realistis bila harus rampung dalam jangka waktu lima tahun. Jonan bahkan mengklaim sekitar 20.000 MW akan beroperasi pada tahun 2019, selebihnya pada 2024-2025. (red)

Editor: Gendon Wibisono

Exit mobile version