Anggaran LRT Era Jokowi Janggal, Demokrat Minta KPK dan BPK Lakukan Audit Forensik

Anggota BPN 02, Ferdinand Hutahaean (Foto Dok. NUSANTARANEWS Uchok)
Anggota BPN 02, Ferdinand Hutahaean (Foto Dok. NUSANTARANEWS Uchok)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean merespon kritik Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait anggaran pembangunan infrastruktur light rail transit (LRT) era Presiden Joko Widodo yang oleh JK dinilai tidak efisien, yaitu Rp500 miliar per kilometer.

Ferdinand meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut pendanaan proyek LRT tersebut. Sebab, peringakatan JK itu merupakan informasi berharga bagi lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK untuk menindaklanjuti penegakan hukum dalam dugaan mark up proyek LRT dengan cara melakukan audit forensik.

“Sesuai amanat UU Tipikor, sudah saatnya KPK menyurati BPK untuk melakukan audit forensik terhadap seluruh proyek infrastruktur era Jokowi, ini penting dilakukan untuk mengetahui apakah betul ada markp up atau tidak,” cetus Ferdinand melalui akun twitter @Ferdinand_Haean, Senin (14/1/2019).

Menurut Ferdinand, Audit Forensi harus dilakukan oleh BPK untuk menguji integritas pemerintahan Jokowi apakah sesuai dengan kata ‘bersih’ yang selalu digunakan memuji diri oleh Jokowi. “Rakyat jangan ditipu dengan jargon bersih tapi sesungguhnya kotor,” ujar Ferdinand.

Simak: JK Kritik Anggaran LRT, Ferdinand: Terima Kasih Pak JK Sudah Membuka Kebusukan Ini

Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi itu mengatakan, Jokowi tidak pernah menjelaskan sumber utang negara, berapa nilainya, berapa bunganya dan digunakan untuk apa. Semua gelap dan tidak transparan. “Ingat ini uang ribuan trilliun. Jangan mengaku bersih kalau belum berani transparan,” ujarnya.

Menurut dia, uang ribuan trilliun utang yang dibuat Jokowi adalah beban negara, beban rakyat dan bukan beban pribadi Jokowi. Maka rakyat berhak tau utang itu dari mana dan digunakan untuk apa. Transparansi penting dan merupakan ciri orang bersih.

Pemerintah, lanjutnya, juga harus membuka proyek-proyek infrastruktur itu dikerjakan oleh siapa. Apakah melalui proses tender terbuka atau hanya dibagi-bagi kepada kroni dengan praktek kolusi dan korupsi. “Jangan mengaku bersih jika belum transparan,” katanya lagi.

“Penjelasan itu penting agar rakyat yang akan menanggung utang itu, supaya rakyat paham siapa mengerjakan proyek-proyek infrastruktur yang ribuan trilliun itu, rakyat ingin menguji integritas Jokowi.

Ferdinand mengungkapkan, indikasi Jokowi tidak bersih sudah mulai terlihat sejak meruaknya kasus suap pajak dan kasus bakamla yang mana kedua kasus ini menyebut nama adik ipar presiden. Dan saat ini kasus ini tidak tertindaklanjuti secara benar. Publik, kata dia, melihat Jokowi selama ini memuji diri bersih, apakah disebutnya nama adik ipar presiden dalam 2 kasus korupsi itu masih bisa disebut Jokowi bersih? Kolusi dan Nepotisme jangan diabaikan dan masuk dalam ranah korupsi.

“Sudah semestinya Jokowi tidak diam atas lontaran Pak JK yang menyatakan proyek LRT kemahalan. Biasanya penguasa yang menang atas biaya pengusaha saat pemilu akan membalas jasa donaturnya lewat proyek. Ini peristiwa yang sudah bukan rahasia lagi,” tegas Ferdinand.

“Rakyat jangan dininabobokan seolah proyek-proyek ini tujuan dasarnya untuk membangun bangsa. Bisa saja tujuan awalnya adalah untuk membalas budi para investor politik pemilu 2014. Tapi dikimunikasikan seolah ini percepatan infrastruktur,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Ferdinand menyampaikan, dugaan bahwa proyek ini adalah untuk balas budi para donatur politik Jokowi akan terbuka dan bersih bila dilakukan audit forensik dan menjelaskan sumber utang dan siapa perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut. “Ayo jujur..!!,” desaknya.

https://twitter.com/Ferdinand_Haean/status/1084599738417074177

“Terakhir mari kita uji integritas Jokowi apakah benar bersih atau risih proyeknya diperiksa. Jokowi kita minta jelaskan sumber utang dan siapa perusahaan yang mengerjakan proyek infrastruktur. Jika tak berani jujur terbuka, maka itu tidak bisa disebut bersih. Jika ternyata Jokowi tidak mau menjelaskan sumber utang, bunganya berapa dan digunakan untuk apa, maka jangan salahkan rakyat berkesimpulan rezim Jokowi tidak bersih dan korup.

Baca Juga:

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Exit mobile version