Amien Rais dan PAN, Kuda Troya Kaum Neolib yang Dimotori Goenawan Mohamad

PAN, Amien Rais dan Goenawan Mohamad (Foto Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)
PAN, Amien Rais dan Goenawan Mohamad (Foto Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mencermati kasus pelayangan surat terbuka Goenawan Mohamad dkk yang mendesak agar Amien Rais mundur dari Partai Amanat Nasional (PAN) menurut peneliti dari Global Future Institute, Hendrajit menyatakan justru memberi gambaran baru kepada publik jika Amien Rais kini sudah sadar jika selama ini dia telah telah diperalat menjalankan agenda agenda kaum Neolib pasca reformasi.

“Gerakan Goenawan Mohamad Cs terhadap Amien Rais, justru memberi gambaran baru kepada mantan Ketua Umum PAN itu. Bahwa Mas Amien sudah sadar bahwa semasa kepemimpinannya telah diperalat untuk menjalankan agenda agenda kaum Neolib pasca reformasi,” ungkap Hendrajit dalam keterangannya saat dikonfirmasi NUSANTARANEWS.CO, Senin (31/12/2018).

Menurutnya, sosok seperti Goenawan Mohamad, Faisal Basri, Albert Hasibuan, Abdillah Thoha, Tuti Herati, dan Zumrotin, sejatinya merupakan para skemator kepentingan Amerika melalui PAN di era antara 1998-2014.

“Setelah itu Amien mulai tersadar dari keluguan politiknya. Bahwa dirinya dan partainya telah jadi kuda troya kepentingan blok Barat yang dimotori Gunawan Cs,” jelasnya.

Hal sama pernah diungkapkan peneliti dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI, Ibnu Nadzir (2014) dalam sebuah ulasannya menyebut Goenawan Mohamad adalah sosok yang dikenal mendukung mahzab neoliberal di Indonesia. “Dukungannya dapat dilihat dari aktivitasnya membela tokoh-tokoh ekonomi neoliberal seperti Sri Mulyani atau Boediono,” kata Ibnu Nadzir dari artikelnya berjudul Humanisme Universal, Orde Baru, dan Penghancuran Komunisme di Indonesia.

Jadi lanjut Hendrajit, ketika Goenawan Mohamad dkk menyebut Amien Rais sudah tidak seperti dirinya yang dulu, maka menurutnya “Sebenarnya nggak salah salah amat. Artinya Amien sudah mengalami transformasi kesadaran dan pencerahan,” ungkapnya.

“Alhasil kelompok Neolib pro Barat itu merasa PAN nggak bisa lagi digunakan sebagai kuda Troya.”

Masalahnya kemudian kata Hedrajit, dimana posisi Hatta Rajasa dalam pergolakan internal PAN ini?

“Netral atau secara alami ngeblok ke kubu GM Cs? Pertanyaan ini serius mengingat Hatta adalah besan SBY. Apapun sikap yang diambil Hatta terkait pergolakan internal PAN akan dibaca sebagai sikap SBY juga. Meski fakta saat ini SBY ada di pihak paslon 02,” jelasnya.

Keynesian Vs Neolib di Indonesia

Sebagai informasi mengutip hasil penelitian Wijaya Herlambang (2013) menjelaskan sudah sejak lama AS berupaya memengaruhi kebijakan ekonomi Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan AS adalah mengirim sarjana-sarjana ekonomi Indonesia untuk belajar di kampus pusat-pusat pemikir neoliberal. Keberhasilan upaya tersebut sering merujuk pada kemunculan kelompok semacam Mafia Berkeley atau keberhasilan Sumitro Djojohadikusumo dalam merombak kurikulum Fakultas Ekonomi UI.

Namun sesungguhnya upaya untuk menjadikan Orde Baru sepenuhnya neoliberal tidak pernah berhasil. Alexander Irwan (2005) dalam artikelnya Institutions, Discourses, and Conflicts In Economic Thought dalam Social Science and Power in Indonesia, menyatakan upaya para pendukung mahzab ekonomi neoliberal agar gagasan mereka diadopsi di Indonesia sepenuhnya, selalu menemukan kegagalan pada masa Orde Baru.

Hal ini dikarenakan Orde Baru lebih menyukai mahzab Keynesian yang memberi peran besar pada negara daripada mahzab neoliberal yang menyerahkan ekonomi sepenuhnya pada pasar. Pilihan kebijakan ekonomi ini didasari oleh beberapa alasan. Salah satunya adalah kuatnya penolakan masyarakat pada kapitalisme.

Kegagalan kelompok neoliberal membangun wacananya sangat dipengaruhi oleh keengganan pemerintahan Orde Baru mengadopsi mahzab tersebut. Mahzab neoliberal baru menemukan ruangnya dalam kebijakan pada tahun 1980-an ketika kegagalan ekonomi Keynesian dan tekanan internasional memaksa Orde Baru mengubah kebijakan ekonominya.

Namun, bahkan setelah itupun Orde Baru masih enggan untuk mengadopsi mahzab tersebut secara keseluruhan. Keengganan tersebut bahkan membuat banyak sarjana ekonomi pendukung neoliberal di Indonesia patah arang. Sebelum akhirnya era reformasi kemudian membawa angin segar bagi tumbuh kembang mahzab neolib di Indonesia.

Pewarta: Romadhon
Editor: Alya Karen

Exit mobile version