Budaya / SeniCerpen

Pergi Bergotong Royong

Cerpen: Revin Mangaloksa Hutabarat

Sesudah sarapan pagi di hari Minggu, ayah mengajak Royhan, anak semata wayangnya, untuk pergi mengikuti acara gotong royong yang tak jauh dari rumah.

Gotong royong kali ini yaitu untuk memperbaiki atap vihara yang berada di Desa Pesanggaran, Banyuwangi, tempat tinggal Royhan berada.

Sudah sepuluh tahun lamanya, vihara itu tak pernah direnovasi. Selain atap kayu yang sudah mulai merapuh, gentengnya pun sudah banyak yang retak. Sehingga para warga Desa Pesanggaran berinisiatif melakukan gotong royong untuk memperbaikinya.

Setelah ayah dan Royhan bersiap, mereka berdua pun segera bergegas menuju ke vihara. Matahari pagi menerpa mereka berdua saat berjalan kaki bersama. Di dalam perjalanan, Royhan tiba-tiba bertanya kepada ayahnya.

“Kita mau kemana, Yah?”

“Kita mau ke vihara yang dekat dengan lapangan bola itu, Nak,” jawab sang ayah.

“Kok kita pergi ke vihara?”

“Iya, soalnya kemarin Pak RT bilang katanya hari ini ada acara gotong royong untuk memperbaiki vihara yang berada di dekat lapangan bola itu.”

“Bukannya vihara itu tempat beribadah orang beragama Budha, Yah? Kita kan beragama Islam.” tanya Royhan dengan penasaran.

Ayah kemudian menghentikan jalannya, lalu menundukkan badan serta mendekatkan wajahnya ke arah Royhan, “Benar, kita memang beragama Islam, tapi kita juga harus mempunyai sikap toleransi, yaitu dengan cara membantu sesama kita walaupun berbeda agama, Nak.”

Baca Juga:  Satupena di Tangan Midas

“Apa itu toleransi, Yah?”

Ayah tersenyum, “Toleransi itu sikap menghargai dan menghormati terhadap sesama manusia.”

Royhan menganggukkan kepala, isyarat bahwa ia mendengarkan yang telah disampaikan ayah.

Sesudah berjalan sekitar 10 menit, ayah dan Royhan pun akhirnya sampai di vihara yang dituju. Di sana sudah terlihat banyak warga Desa Pesanggaran yang berkumpul. Karena Royhan masih berusia 4,5 tahun, ayahnya lalu menyuruh Royhan untuk duduk di bangku taman di depan vihara bersama anak-anak lainnya.

Royhan pun kemudian duduk di bangku taman sambil melihat sang ayah bergotong royong memperbaiki atap vihara bersama para warga lainnya. Namun tak disangka, saat Royhan tengah duduk di taman, ia bertemu dengan Nugraha. Nugraha adalah teman Royhan yang tinggal tak tak jauh dari rumahnya.

Mereka berdua akhirnya duduk bersama di taman.

“Wah, kamu juga ke sini rupanya,” seru Nugraha.

“Iya, aku diajak oleh ayahku ke sini.”

“Oh begitu. Aku juga diajak oleh ayahku untuk datang ke sini,” ungkap Nugraha. “Ngomong-ngomong aku sangat senang sekali vihara ini dapat diperbaiki. Soalnya minggu lalu ketika aku dan keluarga sedang beribadah di sini, tiba-tiba saja atapnya bocor saat hujan turun. Mungkin karena sudah lama vihara ini tak pernah diperbaiki lagi,” tambahnya.

Baca Juga:  Satupena di Tangan Midas

“Hah! Bocor. Lalu bagaimana dengan orang yang sedang beribadah di dalam?” tanya Royhan dengan wajah kaget.

“Iya, akhirnya orang-orang yang sedang beribadah menjadi merasa tak nyaman.”

“Haduh, kasihan sekali yah.”

Nugraha terdiam sebentar, lalu berbicara kembali, “Oh iya, kata ayahku acara gotong royong seperti ini sangat bagus untuk dilakukan. Karena gotong royong itu sangat khas dengan masyarakat kita.”

“Benarkah? Kalau ayahku bilang, kita itu harus mempunyai sikap toleransi sesama manusia.”

“Benar, ayahku juga berkata seperti itu. Kalau ada masjid, gereja, dan tempat ibadah lainnya yang membutuhkan bantuan, ayahku katanya juga akan datang untuk membantu.”

“Indah sekali yah bila hidup bergotong royong dan memiliki sikap toleransi. Semua menjadi seperti saudara,” ungkap Royhan dengan tersenyum.

Setelah berbincang-bincang, Royhan dan Nugraha pun lalu bermain di sekitar taman. Mereka berdua terlihat berlari-larian kecil di dekat pepohonan dengan bahagia.

Di siang hari, renovasi atap vihara tersebut akhirnya selesai. Pak RT dan beberapa warga lain kemudian sibuk menyiapkan makanan untuk disantap bersama.

Baca Juga:  Satupena di Tangan Midas

Ayah lalu memanggil Royhan yang sedang asyik bermain di taman. Royhan pun datang menghampiri, dan sang ayah kemudian mengambilkan makan untuknya. Mereka berdua akhirnya menyantap makanan bersama-sama dengan warga.

Ayah merasa senang karena Royhan telah ikut ke acara gotong royong. Ayah ingin mengenalkan sekaligus mengajarkan kepada anaknya bahwa sikap toleransi itu penting, apalagi dengan ciri masyarakat Indonesia yang memiliki beragam suku, ras, dan agama yang berbeda-beda.

Setelah acara makan bersama selesai, beberapa warga akhirnya memutuskan pulang ke rumah masing-masing dan beberapa warga lagi masih ada yang asyik berbincang-bincang di depan vihara. Ayah pun lalu mengajak Royhan untuk pulang ke rumah.

Di perjalanan pulang, ayah menggendong Royhan di pundaknya dengan senang.

 

Revin Mangaloksa Hutabarat, Mahasiswa sosiologi Universitas Nasional Jakarta. Mukim di Bekasi, Jawa Barat.  Line/Facebook/Instagram: revinmangaloksa

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,079