NUSANTARANEWS.CO – Harga barang-barang di Papua secara umum lebih mahal dari pada di Jawa. Penyebabnya adalah mahalnya biaya logistik ke Papua. Tarif angkutan barang ke wilayah paling timur Indonesia itu tergolong tinggi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro, melontarkan usulan agar biaya distribusi barang ke Papua bisa ditekan. Caranya dengan menugaskan BUMN pelayaran, yaitu PT Pelni (Persero), mengubah rute pelayaran dari Surabaya ke Sorong, Papua.
“Pelni dapat PSO (Public Service Obiligation) untuk pelayaran perintis dalam rangka menurunkan biaya produksi kayak pupuk, kami usulkan mengubah rute pelayaran Srabaya-Sorong biar bisa dibawa ke Papua untuk menurunkan biaya produk itu. Melihat skala kapal, akan lebih baik dipecah ke Surabaya-Makassar kapal besar, dan Makassar-Sorong menggunakan kapal kecil, memang sayangnya belum banyak produk yang dibawa balik dari Papua ke Jawa,” papar Bambang, dalam Acara Forum BUMN 2016, di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Saat ini, kapal angkut dari Surabaya berlayar langsung ke Sorong. Bambang mengusulkan agar Pelni memecah rute tersebut menjadi Surabaya-Makassar dan Makassar-Sorong. Kapal besar berangkat dari Surabaya ke Makassar, lalu muatan dipindah ke kapal kecil dari Makassar ke Sorong.
Dengan begitu, biaya logistik bisa lebih murah. Sebab, kapal besar yang berlayar dari Sorong tak bisa beroperasi efisien, mereka tak mendapat muatan yang banyak saat berlayar kembali dari Sorong. Kalau menggunakan kapal kecil, tentu kapasitas kapal lebih pas, tarif muatan barang bisa lebih murah.
Menurut perhitungan Bambang, perubahan rute pelayaran kapal ke Sorong ini bisa menghemat biaya logistik hingga Rp 2 juta/teus. “Penghematannya Rp 2 juta/teus,” ucapnya.
Tapi bukan hanya biaya angkutan kapal ke Papua saja yang mahal, ongkos distribusi dari pelabuhan ke pedalaman Papua juga sangat mahal. Maka pemerintah juga perlu mengintervensinya, dengan menugaskan BUMN mengangkut barang via jalur darat ke pedalaman Papua.
“Ada tantangan memang, penyebab terbesarnya ternyata angkutan di daratnya. Perlu juga nanti peran BUMN dalam angkutan di darat atau udara Papua sehingga harga komoditas lebih terjangkau. Angkutan daratnya misalnya dari Sorong ke Nabire sehingga harga di Papua bisa lebih masuk akal, nggak kayak hari ini,” tuturnya. (Andika)