Sebuah dokumen baru militer Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa Komando Afrika AS (AFRICOM) telah memanfaatkan teknologi OpenAI dalam mendukung operasional mereka di Afrika. Langkah militer AS ini sekaligus menunjukkan bagaimana tren global militer yang semakin bergantung pada pemrosesan mesin untuk menyaring dan menilai informasi masif secara cepat.
Oleh: Agus Setiawan
AFRICOM mengungkapkan bahwa kemampuan AI, khususnya GPT-4 dan DALL-E dari OpenAI, kini menjadi alat pendukung utama dalam mempercepat analisis data intelijen, meningkatkan kesadaran situasional, dan mendukung pengambilan keputusan dalam menghadapi ancaman. Keputusan AFRICOM membeli layanan Microsoft Azure sebagai penyedia tunggal tanpa melalui proses tender terbuka juga memicu kontroversi.
Keunggulan AI dalam efisiensi dan skalabilitas sering kali berbanding lurus dengan risiko akurasi dan bias. Peneliti AI seperti Heidy Khlaaf telah memperingatkan bahwa kepercayaan buta pada teknologi ini dapat memunculkan kesalahan fatal dalam lingkungan militer yang sensitif. Kelemahan alat seperti GPT-4, termasuk kecenderungan menghasilkan informasi bias atau salah, dapat berdampak buruk dalam pengambilan keputusan. Misalnya, data yang salah dapat menyebabkan operasi militer yang keliru, seperti serangan drone di Somalia pada 2018 yang menewaskan warga sipil, meskipun awalnya diklaim sebagai “kesuksesan”.
Selain itu, integrasi teknologi OpenAI dalam misi AFRICOM tidak hanya membawa tantangan teknis tetapi juga memicu kekhawatiran etis. AFRICOM memiliki sejarah kontroversial, termasuk keterlibatannya dalam konflik yang memicu pelanggaran HAM, kudeta, dan eskalasi kekerasan di Afrika. Penerapan teknologi AI dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana transparansi dan akuntabilitas akan dijamin dalam penggunaan alat ini?
Langkah AFRICOM untuk menggunakan teknologi OpenAI juga menunjukkan pergeseran nilai strategis dari perusahaan teknologi seperti OpenAI, yang awalnya memiliki larangan kerja sama dengan militer. Perubahan kebijakan ini mencerminkan tekanan geopolitik dan komersial untuk mendukung agenda keamanan nasional AS. Meskipun OpenAI menyatakan komitmen terhadap “nilai-nilai demokrasi” dan “hak asasi manusia,” penggunaan teknologinya oleh AFRICOM dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut, mengingat catatan kontroversial operasi militer AS di Afrika selama ini.
Secara geopolitik, penguatan kapabilitas AFRICOM melalui AI adalah langkah pragmatis AS untuk memperluas pengaruhnya di Afrika di tengah meningkatnya persaingan global dengan kekuatan lain seperti: Rusia dan Cina. Menurut laporan The Intercept pada tahun 2020, AFRICOM memiliki 29 pangkalan militer yang membentang dari satu sisi Afrika ke sisi lainnya. (*)