NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Rasiyo mengatakan pihaknya berharap PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) di Jawa Timur untuk cermat jika ada aksi guru terhadap murid yang berujung ada pelaporan kepihak berwajib. Pernyataan tersebut dilontarkan sebagai upaya untuk menekan adanya guru menjadi korban kriminalisasi yang dilakukan wali murid untuk melaporkannya ke APH (Alat Penegak Hukum).
“Saya mengambil contoh kalau guru mencubit siswanya. Itukan tujuan awalnya mencubit untuk mendidik siswa. Namun, berujung dilaporkan ke polisi. Perlu ada komunikasi antara wali murid dan guru dalam komite sekolah. Jika tidak diselesaikan tentunya fatal jadinya,” jelas politisi Demokrat ini, senin (11/11/2024).
Menurut mantan sekdaprov Jawa Timur, keberadaan perda perlindangan guru sangat perlu dibuat dimana perda tersebut juga menjadi bagian dari usulan PGRI Jawa Timur.
“Kami masih melakukan kajian dan mendapat masukan dari organisasi profesi guru PGRI tersebut agar dibuat perda tersebut, “jelasnya. Pria kelahiran Madiun ini mengaku kalau selama ini peran PGRI untuk mendampingi guru yang dilaporkan ke pihak berwajib belum optimal.
“Perlu dibahas bersama dengan DPRD Jawa Timur arah konsepnya seperti apa. Yang terpenting adalah bagaimana guru terlindungi jika benar aksinya dalam memberikan hukuman ke siswa bertujuan untuk mendidik dan mendisiplinkan muridnya dimana berimbas pada pelaporan ke pihak berwajib,” tandasnya.
Gara-gara mendisiplinkan murid, guru-guru malah dilaporkan ke polisi oleh orangtua murid. Jika ini terus terjadi dan dilakukan pembiaran, maka akan ada fenomena “masa bodoh” dari para guru. Dengan kata lain, guru akan enggan menegur siswa yang melakukan pelanggaran kedisiplinan di sekolah. Yang kemudian bisa terjadi krisis karakter pada anak-anak era jaman sekarang.
Untuk tingkat nasional, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2008 guru sebenarnya diberi kebebasan dalam memberikan sanksi pada murid yang melanggar aturan, namun tetap bersifat mendidik.
Adapun bunyi PP tersebut tentang Guru dalam Pasal 39 ayat (1) yang menyatakan, “Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan oleh guru, peraturan tingkat satuan pendidik dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.”(setya)