NUSANTARANEWS.CO – Archandra Tahar resmi di pecat oleh presiden Joko Widodo (Jokowi) dari jabatannya sebagai Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), hal tersebut lantaran isu Kewarganegaraan gandanya mencuat ke publik. Saat ini jabatannya tersebut dijabat sementara oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Archandra adalah salah satu anak bangsa yang sukses di negeri orang kemudian dipanggil oleh presiden Jokowi untuk membangun negara ini karena kemampuannya. Namun ia malah dipermalukan karena diberhentikan kendati secara hormat. Padahal dia rela berkorban meninggalkan gaji yang melimpah dan kepastian hidup di Amerika.
Ironisnya lagi Archandra yang memiliki dua pasport Amerika Serikat dan Indonesia kini sudah tak lagi memiliki kewarganegaraan atau bisa dikatakan stateless, baik Indonesia maupun Amerika Serikat. Sebab dalam aturan di Indonesia seorang WNI akan secara otomatis kehilangan statusnya jika menjadi warga negara lain. Begitu juga dalam aturan Amerika Serikat yang dikutip www.newcitizen.us, seorang warga negara AS kehilangan kewarganegaraannya salah satunya karena holding a policy level position in a foreign country, atau menjadi pejabat di negara lain.
Pemerintah sebenarnya masih punya cara untuk segera mengembalikan status WNI terhadap Archandra Tahar. Dalam pasal 9 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan dinyatakan, seseorang yang telah kehilangan status WNI karena mengucap janji setia pada negara asing, tidak bisa begitu saja mendapatkan kembali status WNI. Termasuk jika seseorang itu telah membuang status kewarganegaraannya yang lama.
Mereka yang mengajukan permohonan kembali sebagai WNI setidaknya harus sudah bertempat tinggal di Indonesia 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. Namun ketentuan tinggal 10 tahun tidak berturut-turut, bisa dijadikan acuan.
Caranya, otoritas keimigrasian bisa menganggap bahwa Archandra tidak kehilangan hak kewarganegaraan karena punya keterkaitan dengan Indonesia. Baik soal tempat lahirnya maupun kewarganegaraan orang tuanya.
Selanjutnya, perlu dicari tahu apakah Archandra memiliki rumah di Indonesia. Rumah tersebut menunjukkan bahwa Arcandra bertempat tinggal secara yuridis di Indonesia meski secara fisik tidak selalu berada di Indonesia.
Bila tempat tinggal tersebut sudah dimiliki lebih dari 10 tahun, maka otoritas keimigrasian dapat mengeluarkan keterangan bahwa Archandra telah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut.
Untuk kemudian, Archandra bisa langsung membuat permohonan kepada Presiden dan mengucap sumpah setia kepada Negara Republik Indonesia.
Namun perihal masalah kewarganegaraan Archandra tersebut yang jelas-jelas ini merupakan akibat permainan para mafia politik Jokowi, Luhut nampaknya enggan ambil pusing. Dia hanya mengatakan, soal tersebut lebih baik ditanyakan langsung ke Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly. “Tanya saja ke Menkumham, itu bukan urusan saya,” cetus Luhut.
Dengan resmi diberhentikannya Archandra, bangku menteri ESDM kini kosong. Bangku menteri ESDM merupakan jabatan yang sangat strategis. Sektor energi dan kekayaan mineral yang terkandung di bumi Pertiwi ini, berada di bawah pengawasan dan tanggung jawabnya. Sehingga tidak bisa dibiarkan kosong dalam jangka waktu cukup lama. Dengan demikian, bukan tidak mungkin bangku kosong tersebut akan menjadi perebutan bagi partai politik yang ada di barisan Jokowi.
Berhembus kabar bangku kosong menteri ESDM dalam radar partai Golkar. Adapun yang digadang-gadang menjadi Menteri ESDM yakni Satya W Yudha. Namun kepastiannya masih diragukan.
Melihat peristiwa di atas, Pemerhati Hukum Universitas Diponegoro (Undip) M Mirza Harera berpendapat bahwa kasus Archandra ini, harus menjadi momentum untuk reformasi sistem dan kinerja berbagai institusi yang ada di Istana demi efektifitas, keamanan, dan kredibilitas pemerintah. Seperti disampaikannya kepada nusantaranews.co, Rabu (17/8) melalui pesan singkat.
“Saya sarankan agar all the president’s men ini di evaluasi, ditata sehingga lebih tertib dan tidak tumpang tindih. Tujuannya agar presiden juga sebaiknya merekrut sosok yang memahami tentang hukum tata negara di posisi sekitarnya,” tuup Mirza. (Restu)