3 Tahun Pemerintahan Joko Widodo: Lucu, Gaduh dan Kerja

Ilustrasi Jokowi-Jk/foto Nusantaranews.co

Ilustrasi Jokowi-JK. (Foto: NusantaraNews)

Tiga tahun Pemerintahan Joko Widodo jika diperhatikan secara saksama ada lucu, ada gaduh dan ada kerja.

Lucunya, ambil contoh misalnya kesalahan mengangkat Menteri ESDM Archandra Tahar yang masih berstatus warga negara Amerika dan selang tak berapa lama diganti dan diangkat lagi menjadi Wakil Menteri ESDM. Lucunya lagi, ada yang berperan jadi setir dalam pemerintahan Joko Widodo kalau dalam istilah catur. Siapa dia? Tak lain tak tak bukan adalah sosok Luhut Binsar Panjaitan, satu-satunya tokoh yang bisa berganti posisi di empat tempat dalam pemerintahan mulai dari Kepala KSP, Menko Polhukam, Menko Maritim dan caretaker Menteri ESDM.

Nah gaduhnya, tentu masih ingat gaduh KPK vs Polri saat Mas Budi Gunawan mau jadi Kapolri. Aneh, KPK langsung saja menjadikannya tersangka dalam kasus rekening gendut. Dan gaduh setelah Mas Budi Gunawan mengajukan praperadilan KPK dan menang, kok Mas Budi Gunawan tidak dilantik jadi Kapolri? Gaduh lagi, akhirnya komisioner KPK dicari juga kesalahannya oleh polisi.

Akhir untuk membalas rasa bersalah, Kangmas Joko Widodo memberikan jabatan Kepala BIN kepada Mas Budi Gunawan dan bintang-nya jadi empat alias jendral.

Jelang tiga tahun kepemimpinan Joko Widodo, gaduh lagi antara TNI dan Polri terkait kasus impor 5000 senjata yang mau dipakai Polri menjalankan tugas pokoknya yakni Kamtibmas.

Nah, sekarang kerjanya apa ayo si Kangmas Joko Widodo? Kalau saya disuruh menilai, kerja Kangmas Joko Widodo sih tidak terlalu jeleklah, andai dinilai ya 7,5-lah, belum sampai 10.

Memang kalau diperhatikan, Joko Widodo ini senang kerja tak kenal waktu. Maklum karena latar belakang beliau sebagai pengusaha mebel yang memang membuat dia harus kerja keras untuk bisa membuat mebel yang indah dan unik serta berproduksi tepat waktu lalu memasarkannya dengan tidak mudah. Toh, mebel kan sebuah barang yang tidak masuk kebutuhan primer bagi keluarga.

Saya menilai Joko Widodo sosok jujur dan baik. Sebab, dia mau mencoba menyelesaikan semua persoalan negara terutama masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dia seorang decision maker yang hebat bukan peragu seperti SBY .

Tapi sungguh disayangkan, Joko Widodo terlalu risk taker dalam mempercepat perbaikan ekonomi nasional dan tidak menggunakan tim ekonomi berkelas Mercy baru tetapi mengunakan tim ekonomi second hand yang sebenarnya merekalah bersama SBY yang membuat ekonomi Indonesia susah untuk take off.

Sudah bagus sebetulnya alokasi dana subsidi BBM dialokasikan ke pembangunan infrastruktur, tapi bereskan dulu sebenarnya daya beli dan pendapatan masyarakatnya sehingga tidak kaget ketika harga BBM dan listrik naik tinggi.

Begitu juga Joko Widodo yang mencanangkan pertumbuhan 7 persen dalam Trisakti Nawacita-nya dengan mengandalkan pembangunan infrastruktur. Nah akhirnya tidak kesampaian sampai tiga tahun ini tumbuh hanya 5 persen saja! Sekarang, Joko Widodo baru sadar kalau proyek pembangunan infrastruktur akhirnya memberatkan APBN dan menambah nutang negara kan?

Terus akhirnya target pembangunan proyek listrik 35.000 megawatt dalam Nawacita dikurangi. Ini salah satu mesin pertumbuhan ekonomi loh! Kalau dikurangi, berarti pertumbuhan ekonomi akan jadi menurun dari 5 persen loh tahun depan.

Begitu juga target swasembada pangan tahun 2017. Tapi kok justru impor pangan besar ya? Apa swasembada pangannya dihasilkan dari kebun dan sawah negara lain ya?

Namun, di tiga tahun pemerintahan Joko Widodo saya menilainya cukup hebat dan lihai dalam memimpin negara ini. Semoga tidak ada krisis politik dan ekonomi hingga Pilpres 2019. Jangan sedih karena kata beberapa lembaga survei elektabilitas terus menurun. Jangan hiraukan itu dan terus kerja, kerja, kerja dan kerja untuk rakyat. Yang penting, ojo mikir Pilpres terus yo!

Penulis: Arief Poyuono, Waketum Gerindra/NusantaraNews

Exit mobile version