Hukum

Mantan Dirut Garuda Jadi Tersangka, KPK Pastikan Tak Hukum Korporasi

NUSANTARANEWS.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua orang menjadi tersangka dalam kasus pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PRC pada PT Garuda Indonesia.

Kedua orang tersebut adalah, Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dengan Soetikno Soedarjo yang merupakan Beneficmi Owner Connaught international Pte. Ltd.

Adapun Emirsyah sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) dan (b) atau Psal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 64 ayat 1 KUHAP 36.

Sedangkan Soetikno sebagai pemberi  disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf (a) atau (b) atau Pasal 13 UU Tipikor JO pasal 54 ayat 1 ke 1 atau pasal 64 ayat 1 KUHAP 36.

Ketua KPK, Agus Rahardjo memastikan bahwa kasus ini merupakan personal dan tidak melibatkan korporasi. Pasalnya keuntungan tersebut tidak dinikmati oleh perusahaan, melainkan oleh ES seorang diri.

“Suap ini tidak dinikmati oleh perusahaan melainkan oleh individu,” ujarnya dalam Konferensi Pers, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (19/1/2017).

Baca Juga:  Komplotan Oknum Koruptor di PWI Segera Dilaporkan ke APH, Wilson Lalengke Minta Hendry dan Sayid Dicekal

Hal senada dikatakan oleh Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif. Karenanya KPK tidak akan menerapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi dalam kasus ini.

“Menyambung pak Agus kenapa kita tidak bisa mengimplementasikan tanggung jawab pidana korporasi terhadap korporasi kepada Garuda. Karena pertama yang dapat keuntungan dari suap inikan bukan Garuda melainkan keuntungan pribadi si ES ini,” pungkas Syarif.

Sebagai informasi, pada akhir tahun 2016 lalu, MA telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi. Perma tersebut mengatur antara lain perusahaan yang melanggar UU tindak pidana korporasi tidak bisa dikenakan hukuman badan sehingga hukuman yang diberikan berupa denda. Dan bila korporasi tidak sangup membayar denda, maka aparat penegakan hukum berhak menyita aset korporasi sebagai ganti rugi negara. (Restu)

Related Posts

1 of 593