Wacana Pertemuan SBY-Prabowo, Pengkaji Geopolitik: Bikin Khawatir Kubu TNI

Prabowo Subianto dan SBY usai saling memberi salam hormat. Foto: Dok. Liputan6.com

Prabowo Subianto dan SBY usai saling memberi salam hormat. Foto: Dok. Liputan6.com

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wacana Pertemuan SBY-Prabowo, Pengkaji Geopolitik: Bikin Khawatir Kubu TNI. Pengkaji Geopolitik , Hendrajit menilai intensnya wacana pertemuan antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Praboro Subianto terlampau berlebihan.  Apabila wacana perjumpaan kedua Jenderal Purnawiran itu digiring pada opini yang memvisualkan bahwa keduanya seolah-olah seiya sekata untk jadi pasangan pada Pilpres 2019.

“Maraknya wacana pertemuan SBY-Prabowo terlalu lebay kalau kemudian giringan opininya seakan keduanya bersepakat untuk jadi pasangan pada 2019. Buat pemain kaliber sekelas keduanya, naif banget kalau seperti itu,” kata Hendrajit melalui pesan tertulisnya, Rabu (26/7/2017) malam.

Menurut Direktur Eksekutif Global Future Institute ini, kemungkinan adanya kekuatan di balik Ketua Umum Partai Gerindra dan Ketua Umum Partai Demokrat itu, justru membuat berbagai kalangan ketar-ketir, bahkan di internal TNI sekalipun. Jika keduanya benar-benar satu komando, niscaya basis-basis kekuatan dan seluruh aset politik keduanya akan bersatu.

“Ini yang bikin khawatir kubu TNI yang saat ini merapat di Jokowi-JK. Pada Pilpres 2014 lalu, Jokowi-JK banyak mendapat dukungan dari TNI alumni AMN 1965, 1968 dan 1970. Berikut junior-junior dua tingkat di bawahnya seperti AMN 1967, 1968. Atau para senior dua angkatan di atasnya khususbya AMN 1962 dan 1964. Sedangkan Prabowo banyak dapat dukungan dari TNI aliumni AMN 1973, 1974 dan 1975. Dan yang berada dua angkatan di bawahnya,” ungkap Hendrajit.

Apalagi, kata dia, para perwira tinggi TNI yang merapat ke Jokowi-JK ini, semakin terorganisir melalui ikatan yang kerap disebut Divisi Ronggolawe. “Divisi Rongglawe yang terbentuk pada saat revolusi fisik kemerdekaan RI 1945, tokoh sentralnya adalah Jenderal GPH Jatikusumo, mantan KSAD pertama Indonesia. Dan salah satu putra dari Sunan Pakubuwono X Surakarta. Dari sinilah terbangun jaringan politik yang disebut Solo Connection,” jelasnya.

Bagi Hendrajit, melalui jaringan itulah, Jokowi bisa menang bukan saja karena dukungan jaringan militer yang saya sebut tadi, melainkan dengn dukungan dari jejaring Kraton Solo yang tentunya tidak saja yang ada di Solo, tapi yang juga meluas di berbagai wilayah di tanah air.

“Lebih dari itu, melalui Jaringan Divisi Ronggolawe, jejaring politik ini berkembang menjadi persekutuan sipil-militer. Sebab jejaring kraton tidak saja yang link up dengan kalangan militer, melainkan juga dari kalangan kraton yang berkiprah di kalangan sipil. Ada yang berkiprah di dunia usaha, ada yang berkiprah di dunia perbankan, bahkan adqa yang berkiprah di ranah sosial-budaya,” urainya.

Sedangkan jejaring TNI yang link up dengan Divisi Ronggolawe, tambah Hendrajit, pada umumnya terajut secara solid dan terorganisir melalui TNI yang berbasis dari Kodam Brawijaya dan sampai tingkat tertentu, dari Kodam Diponegoro. Dan lagi-lagi titik irisan kedua kodam ini, bertemu pada sosok alm Jenderal Jatikusumo.

“Di sinilah fakta bahwa Pangima TNI Gatot Nurmantyo merupakan mantan Pangdam Brawijaya dan asli Solo, jadi menarik untuk dicermati langkah-langkah politiknya ke depan. Sebab dengan latar belakang ini, manuver politik Gatot Nurmantyo tetap dibaca sebagai bagian dari skema TNI pendukung Jokowi. Naif kalau kita bilang Gatot merupakan pesaing politik Jokowi pada 2019,” ungkapnya.

Tanpa tedeng aling-aling, Hendrajit tegas menyatakan pula bahwa, derivasi dari jejaring Ronggolawe inilah yang menyemen jejaring kemiliteran sebagai modalitas politik Jokowi-JK pada Pilpres 2014.

“Begitupun, meski jaringan ini sudah solid, ketika SBY dan Prabowo terbetik kabar ingin bertemu dan menyatukan basis kekuatan politik keduanya, tak urung menggelisahkan jejaring TNI yang pada pilpres lalu merapat ke Jokowi-JK. Mengapa?,” cetus dia.

Menurut hematnya, Fenomena aksi Bela Islam 411 dan 212,telah menyadarkan jejaring TNI yang merapat di Jokowi, terhadap daya spiritual Islam yang pada perkembangannya menjelma menjadi sebuah gelombang.Bukan sekadar riak atau arus. Kemenangan Anis-Sandi, tak pelak dipandang sebagai kekuatan dari gelombang ini. Bukan pada kemenangan Anis-Sandi itu sendiri.

Celakanya, imbuh dia, entah memang nyata atau sekadar kesan, kekuatan gelombang aksi 411 dan 212 yang sukses menghantarkan kemenangan Anis-Sandi, dipandang sebagai hasil kerja politik SBY dan Prabowo.

“Ini menjeaskan mengapa meski baru sebatas wacana, rencana mengagendakan pertemuan SBY-Prabowo, telah mengundang kekhawatiran jejaring TNI yang merapat ke Jokowi-JK pada pilpres 2014,”

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Exit mobile version