NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dirut (Direktur Utama) PT Karsa Wira Utama (KWU), Winata Cahyadi langsung meninggalkan Gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di Kuningan, Jakarta Selatan, usai diperiksa, Jumat (12/5/2017).
Pria yang mengenakan kemeja berwarna abu-abu itu tidak mau memberikan keterangan kepada awak media yang menunggunya terkait pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi e-KTP.
Berdasarkan pantauan Nusantaranews.co, Winata datang ke Gedung KPK pukul 09.45 WIB. Setibanya di gedung lembaga anti rasuah, Winata menghindari para wartawan.
Setelah menjalani pemeriksaan pada pukul 12.30 WIB, Winata lantas berjalan cepat ke mobilnya meskipun awak media terus mengikutinya.
“Nggak ada, nggak ada,” kata Winata dan terus berjalan ke mobilnya yang diparkir di luar gedung KPK.
Jadi Saksi
Winata pernah menjadi saksi di sidang e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Dalam kesaksiannya pada Kamis, 16 Maret 2017 silam, Winata membongkar kongkalikong Andi Narogong dengan perusahaan pemenang tender pengadaan e-KTP.
Terbongkarnya peran Andi, saat Ketua Majelis Hakim John Halasan Butar-butar bertanya perihal peran Andi Narogong. “Jadi benar, kalau mau memenangkan tender e-KTP harus menggandeng Andi Narogong?” tanya Hakim John saat itu.
“Betul. Karena penjelasannya adalah Andi Narogong ini temannya anggota DPR,” jawab Winata
Mulanya Winata menjelaskan bahwa perusahaannya didepak saat ikut dalam pelelangan tender e-KTP pada 2011 lalu. Padahal, klaim Winata, alat yang digunakan perusahaannya terbilang canggih.
“Kita bentuk konsorsium dengan Peruri. Saat memasukkan dokumen, saya buat alat elektronik buatan Amerika yang diseluruh dunia hanya dua sampai tiga perusahaan yang pakai. Panitia bilang barang ini tidak bisa dipakai, tidak ada listrik, tidak ada power supply,” ujar Winata saat itu.
Winata juga mengatakan, didepaknya perusahaan dari proses tender karena dianggap tak masuk dalam spesikasi panitia proyek e-KTP. Padahal, pada 2009 lalu, perusahannya merupakan pemenang dan telah sukses sebagai proyek percontohan e-KTP di enam daerah.
Merasa kecewa, Winata akhirnya memberikan aduan kepada panitia tender dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Lantaran aduan itu tak digubris, Winata akhirnya melapor ke Komisi Pengawasa Persaingan Usaha (KPPU).
“Pada saat itu saya komplain. Saya marah, saya kan bisa kerjakan. Kamu bilang saya tidak bisa kerjakan, untuk pilot project yang menang saya, di enam daerah saya yang kerjakan,” kata Winata.
Diketahui, berdasarkan agenda yang dirilis tim Biro Humas KPK, penyidik menjadwalkan sejumlah saksi untuk kasus e-KTP. Mereka diantaranya, Dirut (Direktur Utama) PT Karsa Wira Utama; Winata Cahyadi, Salah satu anggota tim Fatmawati; Eko Purwoko, Pihak Swasta; Gugun dan Mantan Sekjen Kemendagri; Diah Anggraeni.
Mereka akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Andi merupakan tersangka ketiga dalam kasus ini. Ia diduga berperan aktif dalam proses pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP. Dalam proses penganggaran, Andi diduga melakukan sejumlah pertemuan dengan terdakwa, anggota DPR, dan pejabat di lingkungan Kemendagri untuk membahas proyek tersebut. Karena keaktifannya itu, akhirnya muncullah kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Akibat perbuatannya itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman