Urgensi Peran Politik Ulama

Umat Islam dalam aksi 212. (Foto: Istimewa)
Umat Islam dalam aksi 212. (Foto: Istimewa)

Oleh Chusnatul Jannah*

NUSANTARANEWS.CO – Ulama layaknya bintang-bintang bertebaran di langit yang menerangi gelapnya bumi menuju cahaya, yaitu Islam. Ulama adalah panutan dan teladan bagi umat. Ia guru keteladanan. Dialah yang mengajarkan umat hakikat penciptaan manusia, alam, dan kehidupan. Ulama adalah hamba yang paling takut kepada Allah SWT sebagaimana firmanNya:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28).

Nabi bertutur tentang mereka:، “Dan para ulama adalah warisan (peninggalan) para nabi. Para nabi tidak meninggalkan warisan berupa dinar (emas), dirham (perak), tetapi mereka meninggalkan warisan berupa ilmu.”(HR. Ibnu Hibban).Di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karya Al-Imam Al-Ghazali, disebutkan bahwa manusia yang paling dekat martabatnya dengan martabat para nabi adalah ahlul-ilmi (ulama) dan ahlul jihad (mujahidin). Karena ulama adalah orang yang menunjukkan manusia kepada ajaran yang dibawa para rasul, sedangkan mujahid adalah orang yang berjuang dengan pedangnya untuk membela apa yang diajarkan oleh para Rasul.

Ulama membawa misi Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam, tak ada permusuhan, hidup berdampingan baik muslim maupun non muslim. Kita wajib menjaga persatuan dan kesatuan. Wajib berpegang teguh pada al qur’an dan as sunnah, membangun kemitraan antar lembaga dakwah, memanfaatkan kecanggihan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan dakwah. Begitulah sebagian pesan dari Multaqa atau Pertemuan Ulama dan Dai se-Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa V  yang ditutup dengan menghasilkan 10 poin rekomendasi.

 

Peran Politik Ulama

Mulianya kedudukan ulama sebagai penyampai risalah Islam sejatinya untuk menyampaikan dakwah Islam di tengah-tengah umat. Sikap apatis umat terhadap politik saat ini menjadi tugas para ulama sebagai guru umat untuk terus melakukan penyadaran bahwa politik adalah bagian dari Islam. Umat menganggap politik itu kotor dan agama harus terpisah dari politik.Hal itu tak lepas dari aktifitas politik yang dipertontokan oleh sistem demokrasi serta aqidah sekuler yangsudah menjalar di tubuh umat. Padahal politik dalam Islam tak melulu tentang jabatan, kekuasaan, dan intrik kepentingan parpol ataupun individu. Bersikap cuek dan diam melihat kedzaliman bukanlah ajaran Islam. Disinilah urgensitas dakwah Islam.

Stigma bahwa ulama harus bersih dari politik juga perlu diluruskan. Politik dalam Islam terkandung didalamnya aktifitas amar ma’ruf nahi munkar. Mengoreksi kebijakan penguasa yang dzalim merupakan aktifitas politik. Menyeru penguasa untuk menerapkan syariah Islam sebagai aturan kehidupan juga disebut berpolitik. Itulah politik Islam.

Peran inilah yang harus diemban oleh para guru umat, yaitu ulama. Di saat umat  mengalami kebingungan dalam menentukan sikap politiknya, ulama hadir untuk menuntaskan kebingungan tersebut. Dengan bersandar pada syariah, diharapakn para ulama tak terjebak dengan permainan politik pragmatis versi demokrasi. Yakni, tidak mudah terbawa arus dukung – mendukung parpol atau calon tertentu. Terlebih parpol atau tokoh yang dicalonkan belum jelas keberpihakannya pada Islam. Minimnya pendidikan politik pada umat membuat umat terkesan menjauhkan diri dari politik. Inilah yang perlu diluruskan. Islam tak sekedar agama ritual, tapi sistem kehidupan yang mengatur seluruh persoalan hidup manusia.

Tugas ini tak hanya menjadi tugas ulama, tapi tugas kita semua sebagai umat terbaik. Ajaran Islam harus disampaikan mulai dari aqidah, syariah, dakwah hingga sistem pemerintahannya. Sebagaimana penuturan Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin: “Agama dan kekuasaan adalah dua hal saudara kembar. Agama adalah fondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan runtuh dan segala sesuatu yang tidak berpenjaga niscaya akan lenyap”.

Penulis adalah pegiat di Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Exit mobile version