Tragedi Kementerian ESDM, GEMASABA: Presiden Tidak Memimpin Melainkan Bagi-bagi Kue

Sekjen DPN Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa PKB, Adam Ma'rifat/nusantaranews (istimewa)
Sekjen DPN Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa PKB, Adam Ma’rifat/nusantaranews (istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Indonesia nyaris berantakan di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, kesadaran masih muncul dari berbagai pihak yang segera meluncurkan penyadaran pada Jokowi.

Jokowi sebegai presiden telah lalai, teledor, tergesa-gesa, dan tanpa perhitungan dalam memimpin. Riil dan nyata. Hal itu dibuktikan oleh Jokowi sendiri dengan dicopotnya Archandra Tahar dari posisi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Senin (15/8) malam.

Karena alasan itu, benarlah bahwa pemberhentian menteri ESDM adalah langkah yang tepat oleh Presiden, sebagaimana yang disampaikan oleh Sekjen DPN Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa PKB, Adam Ma’rifat. “Ironisnya hal itu dilakukan Presiden setelah adanya pesan berantai di media sosial bukan atas dasar laporan lembaga lembaga negara yang berwenang,” sesal Adam melalui keterangan tertulisnya yang diterima nusantaranews.co, Selasa (16/8).

Bagi Adam, tragedi memalukan yang terjadi di kementerian ESDM merupakan bukti bahwa kinerja pemerintahan Jokowi tidak berjalan baik. Dimana Archandra yang kehadirannya disambut baik karena kapabilitas dan kredibilitas dia tinggi. Namun, ketidak-jujurannya atas dua kewarganeraan yang ia miliki, menjadi boomerang baik bagi Jokowi maupun bagi Artahar sendiri.

“Untuk posisi sekelas menteri, sebelum dilantik, seharusnya rekam jejak yang bersangkutan plus minusnya sudah ketauan oleh Presiden dari bannyak sumber khususnya lembaga yang mumpuni seperti BIN misalnya. Tapi sepertinya Presiden hanya menerima masukan dari orang yang paling berkepentingan, segelintir orang yang berperan dalam pilpres atau dia yang tau kartu trufnya saja. Kita bisa liat siapa penggantinya,” kata Adam menjelaskan.

Adam pun mengutarakan bahwa profesionalisme kinerja yang diagung-agungkan Jokowi di awal pemerintahannya dengan alasan menghindari banyak kepentingan ternyata membawa kepentingan lebih berbahaya.

“Waktu menjawab budaya politik transaksional yang dilakukan jokowi. Dia sama sekali tidak sedang memimpin, dia hanya membagi kue politik. Setelah dibagi, selesai. Kinerjanya seperti apapun sama sekali tidak dilihat secara objektif dan akan sangat sulit menilai kinerja orang yang berkali kali pindah posisi. Pengangkatan dan pemberhentian sekelas menteri hanya berdasar pada penjatahan,” terangnya mengakhiri. (Sulaiman/Red-02)

Exit mobile version