NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali mengimbau nelayan Pantura untuk meninggalkan alat tangkap cantrang dan beralih ke alat tangkap yang lebih ramah lingkungan.
Pasalnya, menurut Susi, penggunaan alat itu tak hanya berdampak buruk kepada ekosistem laut, namun juga berpotensi memicu konflik sesama nelayan di pulau lain yang menolak penggunaan cantrang.
“Nanti udah berantem, Ibu lagi yang suruh bantu kalau ditahan Polisi. Sampean demo aku, kalau ada apa-apa minta tolong aku,” ujar Susi dalam acara pemberian layanan perbankan untuk Nelayan Pantura di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Jumat (25/8/2017).
Dalam acara itu, BRI memberikan bantuan permodalan Rp 8,2 miliar kepada 6 kelompok nelayan Pantura untuk mengganti alat tangkap cantrang ke alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan.
Pemberian modal bantuan kepada nelayan Pantura adalah bagian dari sinergi KKP dan BRI. Diharapkan, dengan bantuan itu maka para nelayan Pantura lebih cepat beralih menggunakan alat tangkap ikan yang lebih ramah lingkungan.
“Program pemerintah itu tidak yang untuk menyulitkan masyarakatnya. Kalau bantuan BLT Rp 500.000 buat apa? Beras dapat berapa kilo? Dimakan seminggu habis, ya toh,” ucap Susi.
Sebelumnya pada 11 Juli 2017 lalu Aliansi Nelayan Indonesia menggelar aksi demo menolak kebijakan Menteri Susi. Kordinator Aliansi Nelayan Indonesia, Rusdianto Samawa saat dikonfirmasi Nusantaranews, menilai kebijakan baru Menteri Susi Pudjiastuti dianggap merugikan para nelayan.
“Ini bentuk keprihatinan dunia perikanan tangkap yang dilarang alat tangkapnya oleh Susi Pudjiastuti, pembudidaya ikan kerapu yang dihambat penjualannya, industri perikanan kolaps karena tiadanya pasokan bahan baku ikan dan masih maraknya peredaran kapal asing ilegal di laut Indonesia yang dibantu dengan publikasi data VMS kepada LSM USA,” ungkap Rusdianto Samawa dalam keterangannya yang diterima redaksi Senin (10/7/2017).
Menurut Rusdianto, kemerdekaan nelayan tak akan tercapai apabila penjajahan atas nelayan belum dihapuskan dari berbagai peraturan dan UU yang berlaku yang menindas nelayan.
Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon