Kabar-kabar baik terus mendatangi kesatrian hulubalang republik. Ya karena negeri ini sedang giat membangunkuatkan militernya agar mampu “bersaing” dengan kekuatan militer di kawasan ini. Indonesia berada di lokasi strategis dimana konflik masa depan dunia ada di kawasan Laut Cina Selatan, sebuah kawasan yang punya gizi kandungan sumber daya energi tak terbarukan sekaligus jalur utama perekonomian bernilai trilyunan dollar.
Kebijakan pemerintah selama tujuh tahun terakhir ini walaupun berganti rezim tetap istiqomah untuk menguatkan tentaranya, adalah satu langkah cerdas yang harus diapresiasi. Sebab kalau pembiaran berlarut tak memperhatikan penguatan militer maka wajah republik ini akan menjadi bulan-bulanan negara lain soal pelecehan teritori. Ingat mencuatnya kasus Ambalat tahun 2005 karena negara lain menganggap militer kita tak punya taring. Dan memang pada saat itu kita tak punya taring.
Pembangunan kekuatan milter kita berlangsung meriah dan jelas. Saat ini kita sedang membangun 7 kapal perang jenis LST, semuanya buatan dalam negeri. Kita sedang menunggu kedatangan kapal selam baru dari Korsel, kita juga sedang membuat kapal cepat rudal (KCR 60m) buatan dalam negeri, membangun belasan kapal patroli cepat di berbagai galangan kapal nasional. Ini untuk TNI AL, untuk BAKAMLA juga sedang mengembangkuatkan armada lautnya dengan membangun sedikitnya 20 kapal Coast Guard dalam lima tahun ke depan.
Berbagai alutsista mengisi kesatrian hulubalang negeri. Kita menunggu kedatangan 8 helikopter Apache, kita sedang menunggu kedatangan 11 helikopter anti kapal selam. Berbagai alutsista pesanan sudah dan sedang dalam pengiriman. Seperti helikopter Fennec, radar militer, artileri Caesar Nexter batch dua, Astross batch dua, berbagai jenis peluru kendali mulai dari Javelin, Nlaw, C705, C803, Exocet blok 3, Hellfire, dan lain-lain (capek nyebut satu persatu karena banyaknya).
Natuna juga kita jadikan pangkalan militer berkarakter lebah. Lu ganggu gua sengat, itu karakternya. Pembangunan bunker jet tempur, pangkalan kapal selam, penempatan radar tiga dimensi, penempatan radar weibel, penempatan satuan peluru kendali jarak sedang, UAV dan penempatan sedikitnya 2000 tentara dari berbagai kesatuan tempur. Semua dibangun dengan konsep interoperability real time antar kesatuan dengan dukungan pangkalan udara strategis Supadio, Hang Nadim dan Halim.
Yang paling menggembirakan dengan semua kabar-kabar baik itu adalah kontrak seri pertama pembelian sedikitnya 10 jet tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia lengkap dengan persenjataannya. Jet tempur Sukhoi SU35 adalah sebuah pencapaian yang diidamkan tentara langit Indonesia dan akan menambah perbendaharaan kepemilikan Sukhoi Family menjadi 26 unit. Secara kuantitas pembelian 10 unit SU35 tentu belum memadai tetapi secara penguasaan teknologi tentu menggembirakan. Dan kita berharap paling tidak ada 1 skadron SU35 ikut mengawal dirgantara NKRI.
Karakter geografis Indonesia mengharuskan negeri ini punya angkatan laut dan udara yang lebih kuat dari angkatan darat. Australia negeri benua punya angkatan udara dan laut yang benar-benar bergigi sementara angkatan daratnya tidak sekuat dua matra itu. Sementara selama berpuluh tahun dibawah sebuah rezim otoriter kita hanya asyik memperkuat matra darat. Padahal ketika Trikora dan Dwikora Indonesia punya kekuatan milter paling hebat dan tak tertandingi di kawasan ini.
Kedatangan Flanker E, julukan NATO untuk si SU35 setidaknya akan memberikan menu baru bagi kegiatan operasional TNI AU. Menu itu tentu menggairahkan. Kita sudah punya 16 jet tempur Sukhoi Su-27/30, dan 34 jet tempur F-16. Kita sudah memiliki 36 jet tempur Hawk, kita sedang meningkatkan kemampuan tempur 15 jet latih T-50 golden eagle dengan memasang radar dan rudal. Kita juga punya 15 jet coin (counter insurgency) super tucano. Sukhoi SU-35 adalah puncak kegairahan menu operasional TNI AU dan sekaligus mempertajam taring tentara langit Indonesia.
Kepemilikan jet tempur superioritas udara Sukhoi SU35 bukan untuk gagah-gagahan tetapi sebuah kepantasan untuk menjadi payung pertahanan teritori udara. Apalagi kiri kanan muka belakang negeri ini alutsistanya juga pada seram semua. Australia punya F-35, Singapura sebentar lagi punya F-35, di seberang Natuna apalagi, ada naga yang sedang menggeliat dan sewaktu-waktu menyemburkan api. Jadi kita harus siaga, waspada. Salah satu caranya perkuat militer, perkuat alutsistanya dan perkuat kembali karakter kebangsaaan kita sebagai nasionalis patriotik.
Esensi penguatan militer seperti mendatangkan sejumlah jet tempur galak Sukhoi SU35 adalah untuk memastikan kekuatan kepercayaan diri dalam menjaga kewibawaan teritori NKRI. Negara yang memiliki militer dan persenjataan yang kuat tentu menjadi kekuatan bargaining dalam pola diplomasi antar negara. Indonesia perekonomiannya tumbuh bagus, sedang giat membangun infrastruktur, masuk kelompok G20, sumber daya alamnya melimpah, sumber daya manusianya juga melimpah. Sangat wajar jika semua kehebatan itu dipayungi oleh sebuah kekuatan militer yang kuat. Kuat di karakter nasionalis patriotik dan kuat di teknologi alutsistanya.
*Jagarin Pane, Analis Pertahanan dan Alutsista TNI