Sudah Pulang dari RS, Setnov Diminta Penuhi Panggilan KPK

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief. (Foto: Restu Fadilah/Nusantaranews

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief. (Foto: Restu Fadilah/Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode Muhammad Syarif ikut angkat bicara terkait telah keluarnya Ketua DPR RI Setya Novanto dari Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, semalam.

Syarif berharap Ketua Umum Partai Golkar itu dapat memenuhi panggilan saat dijadwalkan dimintai keterangan oleh penyidik KPK.

“Ya kalau beliau sudah sehat itu kan lebih bagus ya, jadi kalau beliau sudah sehat, diharapkan ya apabila kalau misalnya dimintai keterangan oleh pihak KPK itu bisa hadir,” tutur Syarif di Jakarta, Selasa, (3/10/2017).

Seperti diberitakan sebelumnya, Setnov sudah tak lagi menjalani rawat inap di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Sebab, ia sudah pulang pada Senin, (2/10/2017) kemarin malam.

Ia sudah diperbolehkan pulang atas seijin dokter yang menangani penyakitnya itu. Diketahui ia diduga mengidap banyak penyakit seperti Jantung, vertigo, dan lain-lain.

Setya Novanto pernah menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP (Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik) TA 2011-2012. Saat dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka oleh KPK, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu mangkir dengan alasan sakit.

Saat masih berstatus sebagai tersangka, Ia diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya terkait proyek e-KTP.

Setnov melalui Andi Agustinus juga diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggara di DPR dan pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP.

Selain itu Setnov melalui Andi Agustinus juga diduga mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP.

Sebagaimana terungkap fakta persidangan, korupsi e-KTP ini diduga sudah terjadi sejak proses perencanaan yang terjadi dalam dua tahap, penganggaran dan pengadaan barang dan jasa.

Akibatnya, keuangan negara dirugikan sekitar Rp 2,3 triliun dari paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Setnov disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tak terima dengan penetapan tersangka tersebut, Ketua Umum Partai Golkar itu pun memutuskan untuk melawan KPK. Setnov mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke PN Jaksel.

Hakim Tunggal PN Jaksel, Cepi Iskandar pun mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Setnov. Dalam pertimbangannya, Cepi menyebut penetapan tersangka terhadap Setnov tidak sah karena tidak sesuai dengan KUHAP, Undang-undang KPK dan SOP KPK itu sendiri.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Exit mobile version