Soal Video Viral Siswa Sawer Guru Hingga Joget Bertelanjang Dada, Ini Penjelasan KPI

Komisioner KPAI Retno Listyarti. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Komisioner KPAI Retno Listyarti Berikan Penjelasan Soal Video Viral Siswa Sawer Guru Hingga Joget Bertelanjang Dada. (Foto Dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat melalui aplikasi media social berupa video yang sumbernya dari unggahan akun Instagram @lambe_turah. Dalam video tersebut, tampak siswa menyanyikan lagu Jangan Menangis milik Luvia. Mereka bernyanyi dan berjoget sambil mengelilingi guru mereka. Setelah ditelusuri, murid-murid itu bersekolah di salah satu SMP swasta di wilayah Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam aksinya, ada beberapa siswa yang tidak mengenakan seragam sebagaimana mestinya. Ada pula siswa yang bertelanjangan dada sambil berjoget dan bernyanyi. Tampak ada juga siswa yang memegang lembaran uang kertas, seperti sedang menyawer. Sementara siswa lainnya di kelas tampak memukul-mukul meja seperti memainkan alat musik. Aksi ini mengundang tawa dari siswa di kelas.

Berkaitan dengan kasus itu, pada Rabu 27 Maret 2019 Komisioner KPAI, Retno Listyarti dalam keterangan persnya megaku telah melakukan pengawasan langsung ke sekolah bersangkutan. Dari hasil pengawasan dilakukan, KPI menemukan beberapa hal. Antara lain:

Pertama, peristiwa dalam video tersebut terjadi pada Jumat, 22 Maret 2019 sekitar pukul 09.30 wib, persis pergantian jam pelajaran di sekolah tersebut setelah jeda istirahat. Para siswa kelas IX selesai mengikuti jam pelajaran olahraga dan akan memulai jam pelajaran PLKJ (Pendidikan Lingkungan dan Kebudayaan Jakarta).

Kedua, para siswa yang bertelanjang dada pada video tersebut memang berencana mengganti baju, dari kaos olahraga yang sudah basah oleh keringat, diganti dengan seragam sekolah di hari jumat. Kebetulan, belum sempat ganti, tapi ternyata guru jam berikunya sudah masuk ke kelas. Saat itu situasi tidak kondusif, dan si guru sudah berusaha menenangkan kelas, namun gagal. Sejumlah siswa justru bergabung berjoget sambil mengelilingi sang guru. Akan tetapi, tidak ada penganiayaan terhadap guru tersebut. Anak-anak hanya berjoget, bernyanyi dan bercanda sambil mengelilingi gurunya.

Ketiga, guru berusaha menghentikan aktivitas siswa, tetapi tidak segera berhasil. Dalam kondisi tersebut, ada salah seorang siswi yang sedang duduk dan siap menerima pelajaran, kemudian merekam kejadian tersebut dengan smartphonenya tanpa diketahui oleh teman-temannya. Selanjurnya video itu di upload ke aplikasi WhatsApp group sekedar untuk lucu-lucuan. Namun, dari WA grup tersebut anggotanya ada yang men-share keluar grup dan dalam waktu singkat langsung viral, sampai kemudian diketahui pihak sekolah.

Keempat, pihak sekolah kemudian melakukan penelusuran dan pada Senin, 25 Maret 2019 menggelar rapat kasus dengan menghadirkan para siswa dan orangtuanya, para guru pengurus yayasan dan kepala sekolah. Pertemuan juga dihadiri oleh Pengawas Sekolah dan Kasatlak Pendidikan Kecamatan Cilincing. Pada pertemuan tersebut, para siswa menyesali perbuatannya, menangis dan meminta maaf. Anak-anak tersebut tertekan dan merasa malu serta khawatir ada stigma negative terhadap mereka. Sekolah tidak memberikan sanksi karena anak-anak sudah menyesali dan berjanji tidak mengulangi, apalagi mereka siswa kelas IX SMP yang sebentar lagi akan mengikuti ujian kelulusan dan juga Ujian Nasional.

Kelima, pada Rabu, 27 Maret 2019, pihak sekolah (guru, kepala sekolah dan ketua yayasan) beserta anak pelaku dan orangtuanya diundang pertemuan dengan Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Utara wilayah 2 di kantor Walikota Jakarta Utara untuk pembinaan sekaligus klarifikasi video yang viral tersebut. Dari pertemuan tersebut juga terungkap bahwa sang guru baru mengajar sekitar 7 bulan di sekolah tersebut sebagai guru honorer dengan gaji sekitar Rp 600 ribu per bulan. Yayasan memang memiliki keterbatasan dana dalam mengaji para gurunya karena jumlah siswanya di bawah 100 orang, meskipun ada dukungan dana BOS dari APBN dan dana hibah dari APBD DKI Jakarta.

Editor: Romadhon

Exit mobile version