Soal Rohingya, Publik Menanti Sikap Presiden Joko Widodo

Pengungsi Muslim etnis Rohingya memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama demonstrasi menentang penganiayaan Muslim Rohingya di Myanmar, di luar Kedutaan Besar Myanmar di Kuala Lumpur pada hari Jumat (1/9). (AFP Photo/Manan Vatsyayana)

Pengungsi Muslim etnis Rohingya memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama demonstrasi menentang penganiayaan Muslim Rohingya di Myanmar, di luar Kedutaan Besar Myanmar di Kuala Lumpur pada hari Jumat (1/9). (AFP Photo/Manan Vatsyayana)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pembantaian di Rakhine, Myanmar terhadap Rohingya adalah tragedi kemanusiaan sangat memilukan. Tindakan kekerasan yang telah menewaskan sedikitnya 400 orang itu telah menyulut api kemarahan publik internasional. Sejauh ini masyarakat Indonesia paling vokal mengecam tindakan militer Myanmar.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan juga diketahui mengutuk keras tindakan yang dinilai sebuah upaya pembersihan etnis tersebut.

“Sebagai negara berpenduduk mayoritas umat Islam, Presiden Jokowi seharusnya mempertimbangkan sikap dan tuntutan rakyat Indonesia. Jokowi harus mampu bersikap minimal seperti Presiden Turki. Apalagi mengingat Myanmar dan Indonesia adalah anggota organisasi regional ASEAN,” kata peneliti senioar NSEAS, M. Effendi Harahap dalam keterangan tertulis yang dikutip redaksi, Minggu (3/9/2017).

Negara-negara ASEAN diketahui juga tidak banyak bersuara dan cenderung diam. Padahal, 400 nyawa tewas di Rakhine itu sudah diakui sendiri oleh Kepala Militer Myanmar. Belum lagi puluhan ribu, bahkan ratusan, warga lainnya yang telah melarikan diri entah ke mana, karena Bangladesh nyatanya hanya mau menampung sekitar 4.000 orang.

Selain itu, tak sedikit pula warga yang dicegat militer Bangladesh di perbatasan dan belum mendapatkan ijin masuk untuk sekadar mengungsi demi keselamatan nyawa yang terancam di bawah aksi kejam tentara Myanmar.

Menurut Muchtar Effendi, Presiden Joko Widodo sekurang-kurangnya memberikan sebuah pernyataan menyikapi tragedi kemanusiaan terburuk di Asia Tenggara itu.

Sejauh ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan segera bertemu dengan Aung San Syu Kyi guna membantu meredam konflik berdarah di Rakhine itu.

“Harusnya Jokowi langsung sebagai aktor yang menekan Pemerintah Myanmar seperti sikap Presiden Turki,” kata Muchtar.

Lebih lanjut, Myanmar adalah salah satu anggota ASEAN. Salah satu alasan Myanmar bergabung dengan ASEAN ialah agar mendapat pengakuan internasional eksistensi Negara Myanmar sehingga ASEAN mengakomodasinya. Patut diingat, Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut berperan penting mendirikan ASEAN, bahkan Indonesia mampu meletakkan prinsip musyawarah mufakat sebagai dasar penyelesaian permasalahan di ASEAN.

“Jokowi harus menggalang pertemuan tingkat tinggi ASEAN untuk memberikan tekanan politik ekonomi atau sanksi diplomatik terhadap Pemerintah Myanmar. Kalau perlu Jokowi menuntut agar Myanmar atas kepentingan ASEAN sendiri dikeluarkan sebagai anggota,” terang Muchtar.

“Intinya, Jokowi mendorong PBB melakukan intervensi kemanusiaan ke dalam negeri Myanmar, melindungi langsung umat Islam Rohingya dari aksi kekerasan dan pembantaian yang telah terjadi berulang-ulang. Jika sikap seperti ini diambil Jokowi, sangat mungkin umat Islam politik di Indonesia memiliki persepsi positif dan tentu dapat membantu meningkatkan ekektabilitas Jokowi untuk Pilpres 2019,” pungkasnya. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Exit mobile version