Selain Desak non-Militerisasi, ASEAN akan Pantau Aktivitas Maritim Cina di LCS

Peta Laut China Selatan/Foto Istimewa/Nusantaranews

Peta Laut China Selatan/Foto Istimewa/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Beberapa jam terakhir menuju setengah Abad Association of South East Nations/Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tanggal  8 Agustus 2017 besok, para Menteri Luar Negeri dari anggota ASEAN akhirnya sampai pada ujung kebuntuan untuk mengatasi perselisihan di Laut Cina Selatan (LCS). Seperti persoalan militerisasi yang begitu sensitif di sikitar LCS.

Kebentuan para Menlu anggota ASEAN berakhir pada Ahad (6/8/2017) malam dengan mengeluarkan komunike atau pemberitahuan resmi dari pemerintah yang menyerukan non-militerisasi dan dan prihatin atas pembangunan pulau oleh Cina.

Komunike tersebut bisa menjadi acuan untuk memperjuangkan ASEAN bebas Nuklir seperti yang dicitakan pada usianya yang ke-50. Dimana, pada tanggal 3 Agustus 2017 lalu, Menlu RI Retno Marsudi dalam pertemuan Komisi SEANWFZ di Manila, menilai aksesi Protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) oleh negara-negara pemilik senjata nuklir adalah suatu keharusan.

Hal itu bermula dari Traktat SEANWFZ yang ditandatangani oleh 10 Negara anggota ASEAN untuk menjadikan kawasan ASEAN bebas senjata nuklir sejak 22 tahun, belum ada negara pemilik senjata nuklir yang melakukan aksesi. “Aksesi Negara Negara pemilik senjata nuklir terhadap Protokol Traktat SEANWFZ sangat penting untuk memastikan efektivitas Traktat tersebut dan sekaligus memastikan 600 juta penduduk ASEAN terbebas dari ancaman senjata nuklir,” ungkap Retno beberapa waktu lalu.

Baca: 50 Tahun ASEAN, Menuju Kawasan Bebas Nuklir

LCS Pembelah Isu ASEAN

Laut China Selatan telah lama menjadi isu yang membelah ASEAN lantaran China menanamkan pengaruhnya melalui berbagai kegiatan. Beberapa negara waspada atas kemungkinan Beijing menolak dengan mengambil sikap yang lebih kuat.

ASEAN, mengutip Kantor Berita Reuters, gagal mengeluarkan pernyataan yang biasa dilakukannya pada Sabtu, mengenai apa yang para diplomat katakan adalah ketaksepakatan tentang apakah akan membuat rujukan miring ke ekspansi cepat yang dilakukan China dalam kemampuan pertahanan di pulau-pulau buatannya di perairan internasional itu. “China sensitif atas sebuah rujukan oleh ASEAN kepada tujuh pulau karang yang direklamasi, tiga di antaranya memiliki landasan pacu, persenjatan untuk meluncurkan peluruh-peluru kendali, radar dan berkemampuan mengakomodasi jet-jet tempur,” lapornya.

Simak: Selamat Ulang Tahun ASEAN Ke-50

Diterangkan bahwa, komunike ASEAN menyuarakan sikap lebih tegas daripada sebelumnya, rancangan yang tak dipublikasikan, yang menurut sejumlah diplomat merupakan versi dari sebuah komunike yang dikeluarklan tahun lalu di Laos. Teks yang sudah disepakati “menekankan pentingnya non-militerisasi dan sikap menahan diri”.

Akhirnya, setelah pembahasan alot, kecemasan-kecemasan disuarakan oleh beberpa anggota ASEAN mengenai reklamasi lahan “dan aktivitas-aktivitas di kawasan yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan dan bisa mengganggu perdamaian, keamanan dan stabilitas”.

Kendati demikian, diketahui bahwa, ASEAN ternyata sempat menemui kebuntuan untuk mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan pengaruh Cina yang berkembang di kelompok itu pada saat tidak menentu atas pengaruh keamanan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang baru di bawah Presiden Donald Trump.

ASEAN akan Awasi Aktivitas Maritim Cina

Tak hanya itu, dalam kesempan tersebut, ASEAN menyatakan kesiapannya untuk terus melakukan upaya-upaya pemantauan atas segala aktivitas maritim Cina di LCS. Bahkan, sejumlah diplomat ASEAN mengatakan diantara para anggota yang mendesakkan sebuah komunike yang berisi unsur-unsur yang lebih tegas adalah Vietnam, yang saling klaim bersama Cina soal Kepulauan Paracel dan Spratly, serta telah terlibat dalam pertengkaran dengan Beijing mengenai konsesi energi.

Namun, seorang diplomat lainnya mengatakan tak ada persetujuan nyata mengenai isi komunike itu dan menekankan bahwa rancangan awal dipandang lemah oleh beberapa anggota.

Para menlu ASEAN dan Cina juga mengadopsi sebuah kerangka kerja kode perilaku di LCS, sebuah langkah yang disebut sebagai kemajuan, tetapi para pengeritik melihatnya sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu oleh Cina guna mengonsolodasikan kekuatan maritimnya.

Baca berita-berita dan Artikel lainnya seputar ASEAN.

Penulis/Editor: Ach. Sulaiman

Exit mobile version