NUSANTARANEWS.CO – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman resmi menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Irman ditetapkan tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan kuota gula impor. Irman ditetapkan sebagai tersangka bersama 3 orang lainnya yakni Direktur CV SB XSS, Istri XSS yakni MMI, dan WS. Saat tangkap tangan, penyidik KPK mengamankan uang Rp 100 juta sebagai diduga uang suap kepada Irman terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog kepada CVSB pada tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.
Sebenarnya siapa Irman Gusman? Irman Gusman dikenal sebagai pengusaha, politisi dan negarawan muda usia berpandangan jauh ke depan. Pria kelahiran Padang Panjang 11 Februari 1962, ini adalah salah seorang pejuang kesetaraan daerah dan pusat. Mantan Wakil Ketua Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR RI 2002-2004, ini terpilih menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2004-2009.
Irman Gusman meniti karir dari bawah sebagai usahawan sukses. Era reformasi mencetuskan keterpanggilan jiwa-batin Irman untuk terlibat langsung memperbaiki nasib dan masa depan bangsa. Fraksi TNI/Polri DPRD Sumatera Barat di tahun 1999 mempercayainya sebagai Utusan Daerah untuk duduk di lembaga tertinggi negara MPR RI. Di lembaga itu secara perlahan namun pasti Irman Gusman mulai terlibat intens mempersiapkan cetak biru wajah perpolitikan baru masa depan lewat sejumlah amandemen konstitusi.
Sebagai pengusaha yang piawai mengadakan lobi-lobi bisnis Irman Gusman begitu lincah bergerak memperjuangkan aspirasi yang dititipkan oleh daerah Sumatera Barat untuk diperjuangkan di tingkat nasional. Aspirasi itu adalah menempatkan setiap kepentingan daerah selalu dalam perspektif nasional. Itu berarti kepentingan dan aspirasi daerah yang diperjuangkan sejatinya sama dan sebangun dengan perjuangan dan aspirasi daerah-daerah lain yang. Akhirnya terakumulasi sebagai aspirasi nasional sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yakni memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Irman awalnya memprakarsai pembentukan Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR, yang beranggotakan 53 orang sebagai alat kelengkapan Majelis untuk bisa dimanfaatkan bersuara lantang memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Wajah yang simpatik, tatapan mata yang teduh, tutur kata yang runtut, sistematis, berbobot, dan jelas arah, serta ditopang tubuh atletis yang dibalut penampilan rapi pakaian lengkap berdasi dan jas membuat Irman suami dari Liestyana Rizal dengan mudah bisa meyakinkan lawan bicara.
Di kalangan politisi Senayan ayah tiga orang anak Irviandari Alestya Gusman, Irviandra Fathan Gusman, dan Irvianjani Audria Gusman segera saja dikenal sebagai pelobi ulung yang berpotensi mewarnai penuh wajah pentas perpolitikan nasional. Irman bahkan berani merogoh kocek untuk mengumpulkan sejumlah politisi di hotel-hotel mewah agar keputusan lobi yang dihasilkan berkualitas sekaligus berguna menyelesaikan sejumlah persoalan bangsa.
Lobi-lobi yang digulirkan alumni Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (FE-UKI) Jurusan Ekonomi Perusahaan tahun 1985 antara lain berhasil menggolkan pembentukan Fraksi Utusan Daerah (F-UD) MPR di tahun 2001, setelah sebelumnya tahun 2000 sempat dibekukan. Sebagai politisi non partisan murni memperjuangkan kepentingan semua golongan masyarakat tanpa disekat kepentingan praksis sesaat model partai-partai politik, selama pembekuan F-UD Irman bergabung berjuang dalam Fraksi Utusan Golongan (F-UG).
Lobi dan perjuangan Irman untuk menegaskan kembali bahwa komitmen Anggota MPR ‘alumni’ Utusan Daerah adalah murni di garis perjuangan aspirasi dan kepentingan daerah. Fraksi Utusan Daerah pun akhirnya kembali bisa hidup di tahun 2001, sekaligus menempatkan nama Irman sebagai salah satu Wakil Ketua F-UD sejak tahun 2902.
Tak berhenti di situ, perjuangan baru Irman adalah menuntut agar MPR menempatkan seorang anggota Utusan Daerah duduk sebagai Wakil Ketua MPR. Bermodalkan alat kelengkapan baru bernama Fraksi Utusan Daerah Irman bersama kolega dan fraksi-fraksi lain berhasil melakukan sejumlah amandemen konstitusi.
Seperti, keharusan melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden secara langsung, demikian pula terhadap setiap kepala daerah gubernur, bupati, dan walikota harus dipilih langsung.
Puncak pencapaian lain amandemen adalah kesepakatan nasional membentuk lembaga tinggi negara baru bernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dikhususkan hadir untuk membangun kesetaraan dan persamaan pembangunan nasional melalui pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi di segala bidang secara konstitusional.*** Bersambung… (Restu Fadilah)