NUSANTARANEWS.CO – Persaingan politik menjelang digelarnya Pilgub DKI Jakarta 2017 semakin semarak. Bursa calon gubernur (cagub) juga semakin memanas seringin munculnya sosok baru yang didengungkan untuk maju bertarung melawan calon petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sosok baru itu adalah Mantan Menteri Kemaritiman, Rizal Ramli yang disingkirkan Presiden Joko Widodo.
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa pecopotan Rizal Ramli dari kursi Menteri Kemaritiman karena Jokowi tidak suka dengan sikap kritis, tegas dan vokal Rizal Ramli terhadap proyek reklamasi yang dibela habis-habisan oleh Ahok. Sementara, Rizal Ramli terkenal tegas mensyikapi proyek reklamasi tersebut, dan itulah salah satu dari sekian alasan mengapa Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendorong Rizal Ramli maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta.
“Dan kami tidak setuju dengan gubernur petahana yang mereklamasi pantai, melanggar UU, melanggar lingkungan hidup, melanggar HAM, dan anti penggusuran, kami tidak setuju dengan penggusuran,” Presiden KSPI Said Iqbal dalam deklarasi di Jakarta, Selasa (2/8/2016). Pada saat yang sama, Iqbal juga menyatakan Rizal Ramli adalah orang yang menurut pandangan buruh tepat untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada, termasuk persoalan buruh dan khususnya soal reklamasi.
Adapun alasan lain mengapa KSPI mendorong Rizal Ramli di antaranya; pertama adalah gubernur petahana atau gubernur incumbent tidak pro kepada buruh lebih pro kepada pengusaha.
“Itu terlihat dari kebijakannya. Kebijakan upah minimum lebih murah dibandingkan Bekasi dan Jakarta, menjelaskan bahwa ada barter CSR dari pemilik modal dari pemodal kepada gubernur petahana sehingga keluarlah upah murah lebih rendah dari Bekasi dan Jakarta,” kata Iqbal. Bahkan, kata dia, upah DKI lebih murah dari Manila, Bangkok, Phnom Penh Vietnam, dan Kuala Lumpur. “Kebijakan ini yang tidak kami setuju,” cetusnya.
Kedua, KSPI menyorot soal kebijakan tentang rumah susun untuk buruh. “Kebijakan tentang rusun, mana rusun untuk buruh? Kita setuju untuk orang-orang miskin, tapi untuk buruh tidak ada,” ujar dia.
Ia menyontohkan negara-negara industri yang selalu menyediakan flat untuk kaum buruh. “Transportasi, kalau anda pergi ke Bangkok non-AC itu gratis, di sini hari ini mahal, yang ada itu pun Transjakarta di daerah protokol, daerah menuju buruh mahal, naik ojek, naik angkot, tidak ada keberpihakan kepada buruh,” tandasnya. (eriec dieda/sego/red)