NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Rakyat belum merdeka! Di negara ini rakyat tidak pernah dianggap sebagai insan. Tidak diposisikan sebagai warga negara. Dan dari sudut pandang politik, rakyat Indonesia masih menjadi objek, bukan subjek politik.
Lembaga perwakilan hanya lembaga perwakilan partai politik, bukan lembaga perwakilan rakyat. Elit politik sama sekali tidak mewakili rakyat, melainkan mewakili kepentingan-kepentingan partai.
Negara memang telah merdeka, tetapi rakyat Indonesia belum merdeka. Rakyat Indonesia hidup dengan status tanpa hak hukum. Rakyat Indonesia masih jauh dari sejahtera dan berdaya. Rakyat tidak memiliki kekuatan ekonomi, tidak pula menjadi aktor proses industrialisasi.
Kesemua kenyataan tersebut harus terus diperjuangkan sampai rakyat benar-benar menjadi warga negara, pribumi yang lahir -tumbuh- besar di Indonesia seutuhnya.
Refleksi di atas merupakan tema besar yang diusung Komunitas Burung Merak Rendra bekerjasama dengan nusantaranews.co dalam pagelaran Rindu Rendra bertajuk Rindu Rendra: Rakyat Belum Merdeka! yang digelar di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jumat (17/8/2018).
“Ketajaman panca indera dan pemahaman komprehensif Rendra terhadap beragam persoalan bangsa dan negara membuat gagasan dan pemikiran brilliannya relevan dijadikan pemantik semangat memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia sehingga bisa berdaulat bersama,” kata Ketua Komunitas Burung Merak Rendra, Selendang Sulaiman di Graha Bhakti Budaya, TIM, Menteng, Jakarta Pusat.
Dia mengatakan pagelaran Rindu Rendra mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk merenungi karya-karya puisi dan drama WS Rendra. Dan adapun tema tersebut diambil dari judul esai WS Rendra. “Sebagai bentuk refleksi Si Burung Merak dalam menterjemahkan arti sebuah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia seutuhnya,” katanya.
“Acara tribute untuk WS Rendra ini semoga bisa terus membumikan gagasan dan pemikiran-pemikrian WS Rendra. Sebab, sasrtawan besar dengan keotentikan karya dan perjuangannya, WS Rendra sangat layak untuk mendapatkan sebuah nobel,” papar Sulaiman.
Selama satu hari, tepat pada hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2018 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, sahabat-sahabatnya mendiskusikan menyajikan pembacaan puisi, penampilan monolog dan musikalisasi puisi, juga pameran foto dan poster.
Monolog diperankan oleh Adi Kurdi dan Clara Sinta, musikalisasi puisi Deavies Sanggar Matahari, Jodhi Yudono, dan sederet nama pembaca puisi: Taufiq Ismail, Linda Djalil, Jajang C Noer, Jose Rizal Manua, Edy A Efendi, Sudibyanto, Selendang Sulaiman, Slamet Widodo, Bambang Oeban.
Acara yang digagas oleh ahli waris Rendra ini didukung oleh PT Djarum, PT Kaltim Nitrat Indonesia dan PT Telkomsel. (eda/alya)
Pewarta: Alya Karen & Gendon Wibisono
Editor: Novi Hildani