Pusat Studi Peperangan Asimetrik Unhan Gelar FGD Terorisme

Universitas Pertahanan (UNHAN). (Foto: Istimewa)

Universitas Pertahanan (UNHAN). (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Sentul – Pusat Studi Peperangan Asimetrik (PA) di bawah Fakultas Strategi Pertahanan (FSP), Universitas Pertahanan (Unhan) menggelar Focus Group Discussion (FGD) berlangsung pada tanggal 16 Agustus 2017. FGD bertema “Krisis Teror di Marawi dan Implikasinya Terhadap Stabilitas Keamanan Nasional Indonesia” ditujukan untuk menganalisa kemajuan operasi militer Filipina di Marawi dan strategi militer apa yang seharusnya dapat digelar oleh TNI untuk mengantisipasi merembesnya gerilyawan Maute ke wilayah Indonesia.

FGD dibuka secara resmi oleh Rektor Unhan Letjen TNI I Wayan Midhio, dihadiri oleh Warek I Dadang Gunawan, Dekan FSP Mayjen TNI Tri Legionosuko, dan para dosen/peneliti Pusat Studi PA serta para mahasiswa dan alumni. Sedangkan keynote speech disampaikan Andhika Chrisnayudhanto dengan narasumber Yanyan Mochamad Yani dan Andi Widjajanto.

Menurut Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan (FMP) Laksda TNI Amarulla Octavian peserta FGD antusias mmembahas dasar hukum penanggulangan teror oleh Polri dan TNI.

“Para peserta FGD juga sangat antusias membahas dasar hukum penanggulangan teror oleh Polri dan TNI. Tampak jelas bahwa Polri menangani terorisme menggunakan UU Nomor.15 Tahun 2003 karena mengkategorikan terorisme sebagai suatu bentuk kejahatan sedangkan TNI menggunakan UU Nomor.34 Tahun 34. karena mengkategorikan terorisme sebagai suatu bentuk peperangan asimetrik. Kedua UU tersebut memberikan kewenangan baik kepada Polri maupun TNI karena memang karakter terorisme yang dibedakan menurut pelakunya (WNI atau WNA), sasarannya (masyarakat atau negara), lokasi kejadian (lintas negara atau satu negara) dan yurisdiksinya,” jelas Amarulla seperti keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jakarta, Kamis (17/8).

Amarulla menambahkan, peserta FGD juga mendiskusikan kemungkinan pemerintah RI menugaskan TNI masuk wilayah Filipina membantu menyelesaikan krisis di Marawi sekaligus operasi militer menyelamatkan sandera 4 Prajurit TNI AL sama halnya dengan operasi militer pembebasan sandera di Thailand tahun 1981 dan pembebasan sandera di Somalia tahun 2011.

Baca: Duterte Perpanjang Darurat Militer di Marawi

Seperti diketahui, Filipina diterjang serangan kelompok militan Maute yang bergabung dengan ISIS di Marawi, Filipina Selatan. Presiden Filipina Rodrigo Duterte sendiri telah meminta Kongres memperpanjang darurat militer di bagian selatan negara itu sampai akhir tahun. Duterte mengatakan bahwa pemberontakan di daerah tersebut tidak akan padam menyusul akan berakhirnya deklarasi darurat militer selama 60 hari yang jatuh pada 22 Juli.

Duterte mengumumkan darurat militer pada tanggal 23 Mei lalu menyusul pengepungan berdarah di kota Marawi oleh sekelompok milisi yang mengklaim diri bagian dari ISIS. Ini merupakan krisis keamanan paling srius yang dihadapi Duterte sejak dirinya memegang kekuasaan pada Juni 2016 lalu.

Secara resmi Duterte meminta Kongres untuk memperpanjang darurat militer di Marawi sampai 31 Desember. Sesuai konstitusi, jika terjadi invasi atau pemberontakan dan keamanan publik mensyaratkannya, Presiden dapat mengumumkan keadaan darurat selama tidak lebih dari 60 hari. Presiden dapat meminta Kongres untuk memperpanjang deklarasi (darurat militer) sampai periode tertentu yang akan ditentukan oleh anggota parlemen.

Baca juga: Gerilyawan Marawi Sebut Militer Filipina Gagal

Lebih dari 550 orang, termasuk 413 gerilyawan tewas dalam dua bulan pertempuran di Marawi. Marawi sendiri dijadikan basis militan bersenjata. (ed)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version