Puisi-puisi Karya Rahmat Akbar
PAHLAWAN DEVISA
Berkelana meninggalkan pertiwi
Demi sesuap nasi
Pontang-panting membanting diri
Tidak perduli apa yang terjadi
Tiap tahun jerih payahmu disetorkan
Atas dasar pajak diberlakukan
Tanpa kwatir keselamatan
Walaupun nyawa jadi taruhan
Oh, tuanku
Lihatlah mereka berjuang atas dasar devisa
Tidak perduli dengan apa yang ada
Oh, tuanku
Lindungilah mereka walaupun hidup di negara berbeda
Agar mereka tetap merdeka
Kotabaru, 13 November 2016
LANDSKAP KOTA
Kusaksikan deburan ombak di tengah riaknya malam
Aku ingin mendengar suara burung-burung
Aku ingin merasakan gemercik air dari lembah Bamega
Jalan-jalan memudar, air-air keruh
Kau sampaikan debu
Kau lihatkan wajah menguning, tanah-tanah dikurasi
Pohon-pohon berdarah, air-air memucat
Pada sebuah perkampungan
Mereka bangun peradaban kota
Gunung kehilangan lembah
Pohon pun merindukan air
Di lautku rengge-rengge dibentangkan
Di musim tidak pernah bertuan
Sementara di gunung suara burung terasa sunyi
Air-air tergerus zaman
Di tanah Bamega kusaksikan
Manusia mulai tak mempunyai bumi
Dari tanah Sebatung mengalahkan Samburanjana
Selaksa cerita dari manusia purbakala
Kini hanya tinggal derita
Kotabaru, Mei-Juni 2017
BUKU
Kalau pembaca mencicipi buku
Akan tercipta sebuah ilmu baru
Bebagai persepsi timbul dengan sendiri
Dan mencoba untuk membuat hukum masa kini
Yang dirasanya lebih manusiawi
Tanpa air berisi gelas yang memadai
Jadilah ditafsirkan sekehendak hati
Sebuah petaka bagi negeri
Bila ajaran ini mulai terpatri
Tidak perduli dengan apa yang nanti terjadi
Kalau hanya ingin benar sendiri
Kotabaru, 20 Desember 2016
NEGERI ORASI
Jika kau ingin berhenti sejenak
Di negeri yang beranak pinak
Maka itulah negeri orasi tegak
Jika kau ingin melihat
Janganlah lupa membawa topeng demokrasi
Lalu menjamur lapak-lapak politisi
Di ujung lidah kota tak terkendali
Negeri orasi, negeri kaya mantra-mantra sunyi
Mengalirkan darah di tanah sendiri
Merebahkan pemilik kursi
Untuk siap dikebiri
Kotabaru, 01 Februari 2017
TERUNTUK TAMAN SASTRA
Nak, katakan pada mereka kita boleh bermimpi
Tidak ada yang bisa mencuri mimpi kita
Dengan keyakinan marilah kita tebarkan kenyataan
Biarkan bumi menjadi saksi atas hadirnya kalian
Nak, katakan pada mereka
Karena berawal dari mimpi kita akan terbangun
Karena dari mimpilah kita bertekun
Nak,biarlah mimpi ini kita simpan rapat-rapat
Meyakini apa yang sudah jadi tujuan
Melawan pekatnya dunia
Hingga mereka pun akan terkesima
Kotabaru, 21 Desember 2016
PUISI DARI TANAH GARAM
Dari tanah garam
Kuraba tubuhmu siang dan malam
Membelai kusumat angin menatap riang
Dalam gigil memungut asa
Walau kadang musim tidak bertuan
Sementara di seberang sana
Angin menyapa di ujung senja
Menanti megamega menutup malam
Menyulam mimpi anak pedalaman
Hanya aku dan riak gelombang
Dari tanah garam
Kutitipkan mimpi tak pernah padam
Kotabaru, April 2017
HASAN BASRI
Hujan membuatmu menciumi jejak birahi
Tersusun rapi pada sejarah kelam
Buntalan harapan dan masa lalu berkutat
Tidak pernah padam dari ingatan
Kotabaru, wejangan masa lalu
Ada sepotong tugu perjuangan Hasan Basri di Bungkukkan
Sebagai monumen pertempuran
Ah, rindu anak lelaki
Pada sejarah kelam
Akan menjadi rinai hujan yang lewat
Nukilan telah bersemayam melalui sebuah peninggalan
Secarik kertas, akan melepaskan dari buntalan opini
Dan aku kembali membalikan tulisan hitam
Menampakan wajah tidak pasai
Sedangkan hujan selalu mengingatkan
Mematahkan ranting dan menggesek daun
Bersama bayangan kenangan
Kini, jadi cerita mendalam
Kotabaru, 12 April 2017- Januari 2019
KOTA PERISTIRAHATAN
Kota peristirahatan
Kuraba tubuhmu siang dan malam
Membelai kusumat angin menatap riang
Dalam gigil memungut asa
Sementara di seberang sana
Angin menyapa di ujung senja
Menanti megamega menutup malam
Di ujung pelabuhan panjang
Anak bermain riang
Hanya aku dan sore bersalam
Menutup siang dengan malam
Dari tanah Halimun
Kutitipkan mimpi tak pernah padam
Kotabaru, 14 April 2017-Januaru 2019
GELAP MATA
Adakah gelap mata sebagai pelampias belaka, melakukan di luar akal logika. Mengatas namakan nafsu menimbulkan derita bagi lakon cerita. Bukankah ada solusi bagi mereka! Tanpa harus merusak tatanan hidup di tanah merdeka. Mereka yang katanya betahta. Tapi, mengapa mereka yang sembunyi di balik cerita. Adakah mereka? Perduli, masih banyak di tanah merdeka memerlukan belaian lembut kasih nyata. Di timur mereka bercerita tentang ketidak adilan yang merata, di barat meraka berkata ini tanah merdeka, di tengah mereka berkata hasil bumi yang membabi buta.
Kotabaru, 11 Januari 2017
Baca juga: Doa Awal Tahun – Puisi Rahmat Akbar
Rahmat Akbar, kelahiran Kotabaru 04 Juli 1993 Kalimantan Selatan. Puisinya mengisi beberapa media massa seperti Republika, Pikiran Rakyat, Hari Puisi, Denpasar Post, Redaksi Apajake, Bangka Pos, Solopos, Riau Post, Malut Post, Jurnal Asia, Fajar Makassar, Kampoeng Jerami, Haluan Padang, Majalah Simalaba, Minggu Pagi, Medan Post, Kabapesisir, Radar Mojekerto, Radar Bojonegoro, Radar Cirebon, Rakyat Sumbar, Radar Banyuwangi, Koran Dinamikanews, Malang Post, Analisa Medan, Magelang Ekpres, Flores Sastra, Koran Merapi, Tribun Bali, Media Kalimantan dan sejumlah antologi bersama. Mengabdikan diri di sekolah SMA Garuda Kotabaru dan pendiri sekaligus pembina siswa-siswanya di Taman Sastra SMA Garuda Kotabaru. Akbar bisa disapa melalui email Rahmatakbar464@gmail.com, fb: Kai.akbar
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: redaksi@nusantaranews.co atau selendang14@gmail.com