NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia belum punya cetak biru industri nasional yang mengaitkan semua sektor untuk mendukung industri yang akan dikembangkan. Justru sebaliknya, pemerintah yang tampak bermental inlander malah sudah merasa cukup puas menjadi pengekspor bahan mentah. Padahal, basis industrialisasi nasional kita adalah industri yang berbasis pada pengolahan sumber daya alam.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi, pembangunan ekonomi Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo tidak jelas mengarah ke mana. Di tengah-tengah kehancuran industri nasional saat ini, pemerintah justru memfokuskan pembangunan infrastruktur.
“Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dalam tiga tahun terakhir (sejak 2015-2017), pemerintah alokasikan dana infrastruktur sebesar Rp 913,5 triliun. Nilainya lebih besar dibandingkan lima tahun anggaran infrastruktur di era pemerintah sebelumnya. Pada APBN 2018, dana infrastruktur kembali dinaikkan menjadi Rp 410,7 triliun. Bahkan pemerintah pun berencana mengorbankan rakyat dengan menghapus kelas golongan pelanggan listrik rumah tangga golongan 900 VA–2200 VA,” kata Bin Firman, Jakarta, Minggu (12/11/2017).
Ia menuturkan, Jokowi telah berhasil membangun ribuan kilometer jalan negara, jalan tol, dari Sumatera hingga Papua. Infrastruktur lain seperti bandara hingga pelabuhan juga terbangun megah di era Jokowi. Tapi, kata dia, Yang menjadi pertanyaan apakah proyek infrastruktur Jokowi ini dapat mengatasi masalah bangsa ini yang tidak memiliki basis industri nasional sebagai jalan menuju kemakmuran rakyat?
“Kegagalan industrialisasi nasional berkonsekuensi serius di Indonesia: meluasnya pengangguran, ketergantungan pada impor, dan lain-lain. Lebih jauh lagi, kegagalan industrialisasi juga membuat bangsa Indonesia makin kehilangan keterampilan, pengetahuan, kreatifitas, dan lain-lain. Kita seolah merasa cukup sebagai bangsa konsumen!,” ucapnya. (red)
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews