Presiden Minta Polri Tuntaskan Penyerangan Tokoh Agama, Wakapolri: Saya Sudah Perintahkan

Syafruddin Wakapolri. (Foto: Istimewa)

Syafruddin Wakapolri. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden RI Joko Widodo kembali bersuara tentang penyerangan demi penyerangan terhadap tokoh agama di sejumlah daerah. Setelah banyak korban jatuh, Presiden baru menyampaikan bahwa hal itu sudahlah keterlaluan.

Keamanan masyarakat, kata Jokowi, termasuk ulama dan tokoh-tokoh agama menjadi kewajiban dari anggota kepolisian. Dia berharap penyerangan terhadap tokoh agama tidak terulang kembali.

“Ya itu menjadi tanggung jawab polri untuk menjaga semuanya, ulama terutama, tokoh-tokoh agama dan juga masyarakat. Semuanya harus dijaga, jangan sampai ada kejadian-kejadian yang terus-menerus seperti itu,” ujar Jokowi, Rabu (21/2/2018).

Jokowi minta kepolisian bisa segera menuntaskan masalah tersebut dan dilihat betul secara detail. Apakah penyerangan yang berentetan ini memang sesuatu yang wajar sebagai kriminalisasi atau tidak. Ia sejauh ini belum mendapatkan informasi secara menyeluruh terkait persoalan tersebut. “Tapi saya sampaikan, Polri harus tegas untuk urusan-urusan seperti ini,” akunya.

Di tempat berbeda, Wakapolri Komjen Pol Syafruddin mengatakan Polri akan membentuk tim besar dengan meilbatkan pakar, dokter serta rumah sakit jiwa untuk mendalami kasus penyerangan kepada kiai oleh orang mengalami gangguan jiwa di Jawa Timur belakangan ini.

“Saya sudah perintahkan untuk bentuk tim besar dengan melibatkan pakar, dokter-dokter ahli kejiawaan untuk mengatahui ujungnya dan tidak berhenti di sini. Selama ini informasi atau beritanya berhenti, itu tidak rasional. Harus dicari,” kata Syafruddin usai pertemuan dengan ulama Jatim di Masjid Polda Jatim, Surabaya, Rabu (21/2) seperti dikutip dari Antara.

Syafruddin mengatakan, tim itu untuk menyelidiki lebih mendalam terkait kondisi kejiwaan pelaku serta bagaimana kondisi itu secara teknis agar bisa disimpulkan dan diinformasikan ke masyarakat. “Saya sudah perintahkan untuk kumpulkan para pakar-pakar, ahli kedokteran dan bikin tim yang besar. Rumah sakit jiwa juga dikumpulkan dibuat penanganan dan bikin penjelasan kepada masyarakat. Supaya jelas,” ucapnya.

Menurutnya, tim itu harus dibentuk cepat agar dapat melakukan investigasi. Investigasi itu juga harus dilakukan dengan terbuka dan tidak ditutup-tutupi agar masyarakat mengetahui yang sebenarnya. Penyerangan pada kiai atau pemuka agama di beberapa daerah lebih banyak isu hoaks atau kabar boohong.

“Beberapa kejadian dibangun secara hoaks. Di Jabar dari 13 yang menyebar di opini publik ternyata hanya ada dua kejadian. Di Jatim juga,” ungkapnya.

Ditanya apakah kejadian belakangan ini mempunyai pola yang sama dengan peristiwa tahun 1998, dia menyatakan pola yang terjadi saat ini sangat berbeda karena saat ini dibangun dari hoaks. “Sementara di tahun 1998 itu peristiwa besar dan memang kejadiannya ada. Saat ini ada tapi banyak hoaksnya,” ucap dia.

Polri mengungkapkan, pihaknya telah mengetahui pelaku yang menyebar isu hoaks terkait penyerangan kepada pemuka agama itu. Polisi secepatnya akan mengembangkan temuan itu. “Pelaku nanti akan dijerat UU ITE, karena mendesain informasi hoaks. Bukan karena mendesain peristiwanya. Sekarang 95 persen isu adalah hoaks,” tuturnya.

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Exit mobile version