NUSANTARANEWS.CO, Teheran – Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan bahwa Iran selalu mengutamakan diplomasi dalam pembicaraan tentang menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 – di mana negosiasi harus menghasilkan hasil praktis dan memenuhi hak-hak bangsa Iran dengan mengakhiri sanksi kejam.
Berbicara dalam sebuah wawancara televisi pada Sabtu malam, Raisi menolak gagasan negosiasi menghidupkan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di bawah tekanan dan menegaskan bahwa taktik semacam itu tidak pernah menghasilkan hasil apa pun bagi Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
“Negosiasi dan dialog selalu dan akan terus menjadi bagian dari sarana yang ada dalam pelayanan diplomasi. Kami tidak menolak negosiasi dan dialog,” kata Presiden.
“Tetapi Amerika dan Barat mengejar negosiasi dengan tekanan… Sementara negosiasi itu dilakukan untuk menghindari tekanan,” tambahnya.
Raisi menjelaskan bahwa taktik tekanan seperti itu tidak ada hubungannya dengan negosiasi. Saya telah mengarahkan mereka (perwakilan negara) untuk melakukan negosiasi dalam agenda, tetapi tidak di bawah bayang-bayang tekanan Barat.”
AS dan Eropa juga pernah mengalami hal ini di masa lalu sehingga menerapkan taktik semacam itu pada prosedur negosiasi “tidak berhasil,” kata presiden lansir Press TV.
Presiden mendesak agar interaksi jenis apa pun memberi penghargaan kepada negara dengan hasil yang diharapkan, yaitu penghapusan sanksi opresif Washington yang menargetkan bangsa Iran.
Raisi, bagaimanapun, menegaskan, “Saya tidak akan mundur selangkah pun dari (mencoba untuk menghidupkan kembali) hak-hak bangsa Iran, karena mereka (AS dan Eropa) telah membuat bangsa itu tertekan melalui sanksi.” (TN/Banyu)