Poros Benhil: Merubah NKRI Jadi NKRI Syariah Sama Saja Mengganti Ideologi Pancasila

NKRI dan Garuda Pancasila. (Foto: Istimewa)
NKRI dan Garuda Pancasila. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Setiap Negara harus memiliki dasar negara dan Konstitusi. Dasar negara adalah sebagai pandangan hidup, ideologi dan falsafah serta nilai-nilai pokok kehidupan suatu bangsa. Konsitusi sebagai peraturan yang mendukung terlaksananya sebuah dasar negara dalam suatu negara.

“Negara Indonesia memiliki dasar negara yang disepakati bersama adalah Pancasila dan konstitusinya adalah UUD 1945,” kata Koordinator Nasional Poros Benhel, Aznil Tan, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Aznil menegaskan bahwa, menganti NKRI dengan NKRI Syariah adalah penyimpangan terhadap dasar negara Indonesia, Pancasila yang sudah menjadi kesepakatan para pendiri ketika membentuk NKRI. Membentuk NKRI Syariah sama dengan menganti ideologi Pancasila. Bahwa dalam UUD 1945 Pasal 1 Ayat 1 berbunyi sebagai berikut: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” bukan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan Republik Indonesia Syariah.”

Mewujudkan NKRI Syariah, lanjutnya, telah masuk ke wilayah sendi-sendi utama negara yang sangat mendasar bukan lagi sebagai bentuk hak warga negara kebebasan bermusyawarah dan berserikat.

“Itu sangat beda dengan diberi izin mendirikan bank syariah, sekolah syariah dan hotel syariah di Indonesia. Karena itu menyangkut kebebasan setiap warga negara memilih sarana/fasilitas untuk penyaluran keyakinannya dan itu tidak mengikat seluruh warga negara Indonesia,” katanya.

Menurut Aznil, adanya upaya sekelompok orang atau ormas mengatasnamakan pemuka agama di Hotel Lorin, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/8) membuat kesepakatan mewujudkan NKRI syariah yang berdasarkan Pancasila merupakan tindakan gagal faham bahkan dapat dikategorikan delik pidana.

“Merubah NKRI menjadi NKRI syariah sama saja mengganti ideologi Pancasila dan bertentangan dengan konstitusi UUD 1945,” tegas Aznil.

Selain itu, kata dia, sekelompok orang atau ormas mengatasnamakan pemuka agama di Hotel Lorin itu juga masih menyebarkan hasutan dengan memfitnah pemilu curang yang bisa mendeligitimasi hasil Pemilu dan Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) adalah tindakan makar karena ada perencanaan atau konspirasi memperkosa kepentingan hukum negara.

“Hal ini sejalan dengan pendapat MK melalui Putusan No. 7/PUU-XV/2017 dalam uji material yang dilakukan terhadap pasal 87, 104, 106, 107, 139A, 139B, dan 140 KUHP yang dalam salah satu pertimbangannya menyatakan pasal makar tetap diperlukan untuk melindungi kepentingan hukum negara,” jelas Aznil. (red/nn)

Editor: Achmad S.

Exit mobile version