NUSANTARANEWS.CO – Kementerian Kehutanan Republik Indonesia mencatat sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia setiap tahunnya selalu menurun. Data ini menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta diantaranya punah.
Sementara itu berdasdakan laporan Bank Dunia, laju kerasakan hutan di Indonesia mencapai 500. 000 hektar/tahun dan menempati ranking teratas di Asia. Seorang peneliti dari University of Maryland, menjelakan laju kerusakan hutan Indonesia mencapai 840.000 hektar/tahun.
Dengan laju kerusakan hutan sebesar itu, serta tidak adanya upaya pencegahan dan pengendalian yang serius, menurut Dosen Universitas Nommensen Medan Hasan Sitorus dalam sebuah ulasannya mengatakan kerusakan tersebut tak menutup kemungkinan akan memicu terjadinya bencana ekologis besar dimasa depan.
Situasi ini semakin diperburuk dengan limbah udara yang dihasilkan oleh kendaraan mesin berbahan bakar fosil serta aktifitas industri yang tak terkendali. Meningkatnya jumlah polutan di Indonesia berbanding lurus dengan kerusakan hutan di Indonesia.
Maka, tak mengherankan jika dalam rilisnya yang diterbitkan tahun 2017, bloomberg.com menempatkan Indonesia di peringkat kedelapan dunia sebagai negara paling mematikan karena polusi udaranya.
Dalam rilis World Health Organization (WHO) tahun 2016 lalu, kota Jakarta ditunjuk sebagai salah satu kota terburuk untuk kualitas udara di Asia Tenggara.
Begitupun Greenpeace Indonesia juga melaporkan pada semester pertama 2016, tingkat polusi udara di Jakarta masuk pada level mengkhawatirkan. Yakni berada di level 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan WHO.
Buruknya kualitas udara di Jakarta dapat terlihat dari Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) yang angkanya lebih dari 100. Seperti diketahui, ISPU merupakan laporan kualitas udara kepada masyarakat yang menerangkan seberapa bersih atau tercemarnya kualitas udara dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan setelah menghirup udara tersebut selama beberapa jam/hari/bulan. (*)
Editor: Romandhon