Politik Identitas dan Regenerasi pada Pilkada Serentak 2024

Politik Identitas dan Regenerasi pada Pilkada Serentak 2024

Siang itu panasnya bukan main. Sepanas perdebatan di salah satu warung kopi. ‘Kandidatmu pasti kalah, yang menang putra daerah, ‘papar Bana penuh keyakinan’. “Ya, kita lihat saja nanti. Putra daerah  atau kandidat yang jadi simbol regenerasi yang menang ?” tutur alam, dengan wajah agak memerah.
Oleh: Aslamuddin Lasawedy

 

Baik Bana maupun Alam,  kedua pendapatnya benar. Bahwa isu putra daerah dan isu regenerasi menjadi  isu kampanye yang viral, sensitif dan menyebar luas.

Perdebatan Bana dan Alam menggambarkan bahwa isu regenerasi dan politik identitas pada pilkada serentak 2024, menjadi faktor kunci dalam dinamika politik lokal. Kedua isu ini sangat relevan karena mencerminkan perubahan demografi pemilih, kebutuhan akan pemimpin baru, serta kompleksitas keberagaman identitas budaya dan sosial di berbagai wilayah Indonesia.

Tuntutan regenerasi politik untuk menghadirkan sosok-sosok baru yang lebih muda dan segar dalam kancah politik, muncul lantaran sejumlah alasan. Seperti usia lanjut dari banyak politisi senior, aspirasi anak muda, serta kebutuhan akan inovasi sekaligus penyegaran kepemimpinan di tingkat lokal.

Meningkatnya jumlah pemilih pemula yang semakin dominan, menjadi realitas politik kekinian yang tak bisa dianggap sepele. Para anak muda cenderung mendambakan pemimpin yang lebih dekat dengan realitas mereka, yang lebih peka terhadap perkembangan teknologi dan tren sosial terkini. Inilah argumentasinya bahwa kandidat yang berusia lebih muda berpeluang mendapatkan dukungan penuh generasi milenial dan gen z

Realitas bonus demografi ini, yang menggambarkan besarnya jumlah generasi milenial dan gen z, seharusnya mendapat atensi khusus dari partai politik peserta pilkada serentak 2024. Kongkritnya, partai politik sudah seharusnya melakukan kaderisasi, atau memberi ruang kepada  kader muda yang lebih siap untuk bersaing dan bertarung di pilkada 2024. Hal ini penting untuk memastikan keberlanjutan kepemimpinan di tingkat daerah dan nasional.

Ironinya sering kali terjadi  proses kaderisasi politik justru tidak berjalan lancar, karena dominasi tokoh-tokoh senior, yang enggan memberi ruang bagi generasi muda. Akibatnya, kebutuhan untuk regenerasi politik berbenturan dengan kepentingan status quo dinasti politik. Sejumlah pemimpin daerah seperti yang kita saksikan, tetap berusaha mempertahankan kekuasaannya melalui keluarga atau kerabat dekatnya. Nah, pilkada serentak 2024 ini, menjadi batu uji bagi upaya mengurangi dominasi dinasti politik di suatu wilayah. Sehingga generasi muda bisa mendapat ruang menjadi kepala daerah atau menjadi pemimpin baru yang kompeten, independent, dan berintegritas.

Selain isu seputar regenerasi politik, politik identitas juga menjadi isu penting yang sangat strategis untuk menggalang dukungan pemilih berdasarkan identitas kolektif tertentu, seperti agama, suku, ras, dan etnis. Isu ini memang sejak lama menjadi bagian dari dinamika politik di Indonesia, dan muncul kembali di pilkada 2024.

Di daerah-daerah yang mayoritasnya agama atau etnis tertentu, pengaruh politik identitas masih sangat kuat. Di beberapa daerah yang mayoritas muslim atau nasrani misalnya, sejumlah kandidat menggunakan narasi religius untuk menaikkan elektabilitasnya. Hal yang sama juga terjadi di wilayah-wilayah dengan dominasi etnis tertentu, di mana isu kesukuan bisa menjadi faktor penting dalam menentukan pilihan politik rakyat.

Di sejumlah pilkada, faktor agama dan etnisitas ini, menjadi magnet menggalang sekaligus membentuk aliansi politik, bahkan menjadi komoditi kampanye yang agitatif dan strategis. Kesamaan identitas menjadi jargon utama kandidat menarik simpati pemilih kelompok agama atau etnis tertentu. Hanya saja, bila kampanye bernuansa politik identitas ini terlalu berlebihan, bisa memicu polarisasi di masyarakat, yang ujungnya dapat merusak persatuan sosial.

Selain digunakan oleh mereka yang mayoritas, politik identitas juga bisa menjadi alat untuk memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Kandidat dari kelompok minoritas, baik etnis maupun agama, sering mengangkat narasi tentang keterwakilan dan inklusivitas untuk memenangkan hati pemilih yang merasa terpinggirkan. Misalnya di beberapa daerah tertentu isu tentang kesetaraan bagi komunitas non-pribumi atau non-muslim,  menjadi faktor penting dalam strategi kampanye kandidat.

Di media sosial belakangan ini, sering kali kita melihat bagaimana politik identitas diperdebatkan. Kampanye digital yang memanfaatkan isu-isu identitas ini, cepat sekali viral dan menyebar luas. Kandidat yang cerdas memanfaatkan platform digital bisa membuat dan menyebar narasi identitas yang kuat, untuk mempengaruhi pemilihnya. Hanya saja, harus berhati-hati agar tidak memecah belah dan memicu konflik horizontal berlatar perbedaan agama, suku, atau etnis, yang pada akhirnya, bisa merusak kohesi sosial dan stabilitas politik di daerah.

Nah, inilah yang jadi tantangan terberat para kandidat di pilkada 2024, yaitu bagaimana membawa politik lebih inklusif dan menembus batas-batas identitas. Kandidat yang berhasil membawa narasi persatuan dan mengatasi sekat-sekat identitas kemungkinan besar akan lebih diterima oleh beragam lapisan masyarakat.

Ringkasnya, regenerasi yang sehat sangat dibutuhkan untuk memastikan inovasi dan kemajuan terus berkelanjutan di suatu daerah. Baik kandidat yang sudah senior maupun kandidat yang masih muda harus mampu menunjukkan kapasitas dan kematangan politiknya sehingga tidak terjebak dalam beragam isu yang justru menghambat proses demokrarisasi yang sedang berlangsung di pilkada 2024.

Secara keseluruhan, isu regenerasi dan politik identitas akan tetap menjadi isu penting dalam pilkada 2024. Pemilih akan menuntut adanya pergantian kepemimpinan yang sehat dan beradab. Meski tantangan terberatnya, politik identitas tetap saja menjadi faktor yang sulit diabaikan, lantaran masih kuatnya pengaruh agama, etnisitas, dan kelompok sosial lainnya dalam percaturan politik lokal di Indonesia. (*)

Penulis: Aslamuddin Lasawedy, Pemerhati masalah budaya dan politik
Exit mobile version