Peran Pancasila Sebagai Filsafat Berbangsa dan Bernegara

Peran Pancasila Sebagai Filsafat Berbangsa dan Bernegara
Peran Pancasila Sebagai Filsafat Berbangsa dan Bernegara. Ilustrasi Socrates/Foto: Getty Image

NUSANTARANEWS.CO – Peran Pancasila sebagai filsafat berbangsa dan bernegara. Sebelum Pancasila diwacanakan dalam rapat-rapat di BPUPKI pada 29 Mei – 1 Juni 1945, secara hipotetik kesejarahan, diyakini butir-butir yang menjadi faktor pembentuk Pancasila telah berkembang meluas di berbagai suku bangsa di seluruh pelosok nusantara. Faktor pembentuk Pancasila tersebut dikenal sebagai kebiasaan, adat-istiadat dan hukum adat suku bangsa setempat, yang dijadikan pegangan hidup masyarakatnya masing-masing.

Kebiasaan, adat-istiadat dan hukum adat suku bangsa atau masyarakat setempat tersebut dihayati, diamalkan dan dijaga penegakannya secara konsisten, yang akhirnya tanpa disadari secara formal solid membulat menjadi pandangan hidupnya atau menjadi falsafah hidup masyarakatnya.

Van Vollenhoven secara hipotetis membagi lingkungan hukum adat Indonesia menjadi 19 lingkungan sebagai berikut: (1) Aceh; (2) Tanah Gayo, Alas, dan Batak; (3) Daerah Minangkabau; (4) Sumatera Selatan: (5) Daerah Melayu; (6) Bangka dan Belitung; (7) Kalimantan; (8) Minahasa; (9) Gorontalo; (10) Daerah/Tanah Toraja; (11) Sulawesi Selatan; (12) Kepulauan Ternate; (13) Maluku-Ambon; (14) Irian; (15) Kepulauan Timor; (16) Bali dan Lombok; (17) Bagian Tengah Jawa dan Jawa Timur termasuk Madura; (18) Daerah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta; dan (19) Jawa Barat.

Menurut para ahli hukum adat, meskipun kebiasaan dan adat-istiadat hidup dalam berbagai lingkungan hukum adat, pada umumnya hukum adat Indonesia mempunyai kesamaan corak, yaitu bercorak: religius magis, komunal kemasyarakatan, demokrasi, kontan (dilaksanakan saat itu juga) dan konkrit. Pada umumnya hukum adat Indonesia meliputi Hukum Perorangan; Hukum Kekeluargaan; Hukum Perkawinan; Hukum Harta Perkawinan; Hukum Adat Waris; Hukum Hutang Piutang; Hukum Tanah; dan Hukum Perjanjian dan lain-lain.

Dari kebiasaan, adat-istiadat, hukum adat dan pandangan hidup masyarakat suku-bangsa yang tersebar di seluruh tanah air tersebut diangkatlah butir-butir yang mempunyai kesamaan watak untuk dijadikan faktor pembentuk pandangan hidup bangsa. Jelasnya hukum adat dan pandangan hidup yang mempunyai kesamaan watak dijadikan ”common denominator” dan faktor pembentuk pandangan hidup bangsa dalam makna falsafah bangsa yang kemudian ditetapkan dengan sebutan Pancasila.

Pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup yang oleh founding fathers ditetapkan menjadi dasar negara, fondasi berdirinya negara bangsa Indonesia yang dinamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Oleh penggalinya dijelaskan saat itu dengan penuh pathos (penuh perasaan) serta diliputi ethos (semangat) yang solid sebagai berikut: ”Philosofische grondslag dari pada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran-yang-sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat-yang-sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.”

Dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, jelaslah fungsi Pancasila sebagai dasar filosofi, sebagai fundamen, sebagai filsafat, sebagai pikiran yang sedalam-dalamnya, sebagai jiwa dan sebagai hasrat dalam mendirikan Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi.

Dari deskripsi secara singkat tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa Pancasila sebagai Filsafat berfungsi sebagai pendobrak dari kehidupan tradisional yang terkekang secara nyata, baik fisik maupun non fisik, sebagai pembebas dari pemikiran dan kehidupan terjajah, dan sekaligus Pancasila menjadi pembimbing kehidupan manusia Indonesia.

Dengan landasan pendekatan Filsafat Pancasila, selayaknya bangsa Indonesia harus selalu mempertanyakan dan memahami keberadaannya. Kehidupan yang dialaminya telah mampu mendobrak dan membebaskan diri dari persoalan bangsa dan negara atau tetap terkungkung oleh kekangan persoalan yang dihadapinya.

Dengan Filsafat Pancasila, bangsa Indonesia harus mampu mengembangkan dirinya menuju kehidupan bernegara yang dipenuhi oleh kecerdasan kehidupan bangsa, sehingga tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam penjara kehidupan yang diliputi kebodohan dan kemiskinan.[]

Penulis: Soeprapto (Ketua LPPKB)

Exit mobile version