Peran BPOM dan Ahli Gizi

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (Foto: Ilustrasi/Ist)
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (Foto: Ilustrasi/Ist)

PERAN BPOM dan Ahli Gizi. Problematika yang menjadi pokok penting dalam menciptakan masyarakat sehat adalah adanya bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak sesuai dengan kaidah pangan. Sebagaimana yang sudah tertera dalam undang-undang yang diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tanggal 22 September 1988, tentang pelarangan menggunakan bahan pangan yang berbahaya, ternyata belum maksimal dalam penerpaannya.

Maraknya penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya masih menjamur di kalangan masyarakat. Penggunaan bahan tambahan yang seharusnya tidak untuk dikonsumsi oleh tubuh menjadi masalah belum terpecahkan.

Penyalahgunaan bahan tambahan pangan –formalin yang seharusnya dipakai untuk pengawetan mayat atau digunakan untuk obat-obatan medis ternyata masih ditemukan di jenis-jenis makanan sebagai pengawet. Ada pula penggunaan pewarna buatan yang seharusnya untuk bahan tekstil dicampurkan dalam jajanan.

Nitrofurazon merupakan antibiotik yang biasa sebagai komposisi pembuatan salep atau obat kulit. Namun beberapa oknum pedagang atau produsen makanan menggunakannya sebagai campuran pakan ayam yang nantinya akan menimbulkan kanker.

Meskipun pemerintahan sudah mengupayakan, terciptanya makanan yang sesuai standar pangan, namun pada kenyataannya, masih jamak pedagang atau produsen makanan nakal yang masih memproduksi produk yang tidak aman dikonsumsi.

Ada faktor yang melatarbelakangi penggunaan bahan tersebut. Salah satunya adalah cemaran mikroorganisme pada makanan, sehingga makanan tersebut menjadi media tumbuh bagi mikroorganisme. Hal ini menimbulkan kerusakan pada makanan. Upaya pedagang atau produsen makanan agar bisa menjaga umur simpan, dilakukan pencampuran bahan-bahan yang tidak sesuai dengan organ tubuh, sehingga timbul berbagai penyakit.

Selain itu, kerusakan pada makanan terjadi akibat proses oksidasi. Reaksi oksidatif bisa menimbulkan kerusakan pada bahan pangan – menurunnya kualitas dan mutu pada bahan pangan, sehingga timbul bau tengik, perusakan zat gizi dan warna tidak menarik. Proses itu disebabkan oleh pelepasan atom yang mengandung elektron ke udara.

Ketidaktahuan dampak negatif pencampuran bahan kimia dan faktor ekonomi (tidak ingin rugi) menjadi alasan bagi mereka menggunakan bahan tambahan pangan (kimia) tanpa memperhatikan aspek kesehatan. Tentu saja, itu sangat merugikan konsumen. Kesadaran konsumen juga belum terbentuk, sehingga mereka cenderung abai dengan produk yang akan dikonsumsinya.

Pemakaian bahan tambahan pangan pada umumnya didominasi oleh beberapa bahan, seperti formalin, boraks dan pewarna pakaian. Pengambilan sampel dari Pasar Bantargebang, Purbalingga, Jawa Timur pada 2017 menunjukkan adanya beberapa data hasil sidak di pasar tersebut. Dari 9 sampel makanan yang positif menggunakan bahan tambahan pangan yaitu sejumlah 5 jenis makanan dan 4 jenis makanan positif mengandung pewarna tekstil. Sedangkan di tempat lain, di Pasar Kutawis, hasil sampel dari 17 jenis makanan yang positif mengandung bahan terlarang sejumlah 5 jenis terindikasi mengandung formalin dan 2 sampel, positif menggunakan zat pewarna tekstil.

Memang dalam peraturan Kemenkes, penggunaan bahan tambahan pangan diperbolehkan, dengan tujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas makanan. Tetapi perlu digarisbawahi, bahwa penggunaan bahan tambahan pangan harus sesuai dengan koridor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Perkembangan teknologi dan semakin banyaknya industri pangan, tidaklah bisa diartikan sebagai hal yang positif maupun negatif. Kedua kutub ini, memiliki plus dan minus. Laju pertumbuhan industri pangan yang diiringi oleh perkembangannya teknologi memicu maraknya penambahan bahan pangan. Hal ini akan menimbulkan kerugian bagi konsumen, baik dari segi kesehatan maupun dari segi finansial.

Pemanfaatan Bakteri Gram Positif

Beberapa jenis mikroorganisme yang mengonkontaminasi makanan, sejati saling menghambat satu sama lain. Dari mulai bakteri dengan yeast. Yeast dengan jamur. Jamur dengan bakteri. Dalam kondisi ini, akan tercipta antibakteri. Kita bisa mengambil contoh dari beberapa jenis yeast dapat memproduksi enzim yang dapat membunuh spesies bakteri yang lain, bahkan bisa membunuh bakteri gram positif lain.

Banyak penelitian yang dilakukan oleh ahli gizi mengenai pemanfaatan bakteri gram positif. Tentu, kita berharap besar dengan pemanfaatan bakteri gram positif, agar bisa mengurangi kerusakan pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, penting pula memperhatikan proses pengolahan, suhu dan kebersihan (sanitasi), agar mikroorganisme tidak bisa tumbuh.

BPOM dan ahli gizi seharusnya mempunyai korelasi yang kuat dalam upaya meningkatkan gizi dan pengawasan. Terlebih BPOM sebagai lembaga pengawas seharusnya lebih aktif dalam mengawasi berbagai produk yang beredar di masyarakat. Mengupayakan menjaga mutu, gizi maupun kualitas makanan. Lembaga yang mengatur distribusi peredaran makanan, baik dari lingkup internal maupun eksternal harus lebih selektif dan teliti dalam pengawasan. Perlu adanya tindakan yang lebih tegas dengan cara lebih sering melakukan sidak ke berbagai tempat. Penegasan sangsi harus lebih dipertegas kembali. Latar belakang pendidikan di masyarakat yang beragam, maka perlu adanya edukasi secara intensif.

Upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat, berawal dari pangan. Dengan mengonsumsi makanan yang sehat, dan berkualitas akan terciptanya masyarakat yang cerdas –membangun bangsa yang adil dan bermartabat. Dari situ, kita bisa memulai peradaban yang lebih baik.

Oleh: Annas Sholahuddin, Bergiat di Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta ( LKKY) & Berdomisili di Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’arie Jl. ParangtrBanyakitis, Km 07, Cabeyan, Sewon, Bantul,Yogyakarta, Belajar di Universitas Nahdhlatul Ulama Yogyakarta Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Exit mobile version