NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) melantik Kepengurusan Baru Periode 2017-2020 di kantor pusat HKTI, Jl Hos Cokroaminoto no 57 Menteng Jakarta Pusat, Kamis (24/8/2017). Sekjen HKTI Irjen Polisi (purn) Erwin TPL Tobing dan Ketua Umum HKTI Jenderal (purn) DR. H. M Moeldoko membacakan susunan kepengurusan HKTI baru.
Moeldoko menyampaikan Komitmennya untuk membangun revolusi mental di bidang pertanian serta menanamkan komitmen yang tinggi dalam mensejahterakan petani dan ketahanan pertanian indonesia.
“Langkah-langkah konkrit yang akan dilakukan HKTI ke depan adalah upaya mewujudkan pertanian indonesia yang Makmur, gemah ripah loh jinawi yakni melalui langkah pendekatan terhadap petani dan memberikan pendampingan, sosialisasi, dukungan alat pertanian dan pemberian bibit guna mewujudkan serta dukungan terhadap keselarasan program pemerintah,” kata Moeldoko dalam sambutannya.
Turut hadir dalam acara tersebut, Bupati Lingga, kepulauan seribu, Alias Wello sekaligus penerima Award HKTI. Penghargaan tersebut diberikan kepada 3 (tiga) tokoh yang berjasa dibidang pertanian Indonesia.
Moeldoko menambahkan, perannya sebagai Ketua Umum HKTI, akan melakukan perubahan mendasar serta menjadi solusi bagi petani terutama untuk mewujudkan Ketahanan Pangan Indonesia.
HKTI, lanjutnya, punya kekuatan lain untuk meningkatkan kualitas pertanian Indonesia, Kekuatan tersebut adalah kemampuan mengelola pupuk organik, tenaga ahli yang terampil, pasukan anti hama, dan teknologi pertanian teranyar.
“HKTI akan bekerjasama dengan berbagai pihak, menggerakan dan menggunakan berbagai lahan produktif untuk petani dan memajukan pertanian Indonesia” tutup Moeldoko kepada awak media tadi malam (24/08/2017).
Menanggapi hal itu, Sri Bintang Pamungkas justru prihatin dengan keberadaan HKTI dewasa ini. Karena, kata dia, HKTI telah dan sedang terkooptasi kekuatan yang tidak bermutu.
“Kasihan HKTI, selalu dikooptasi oleh kekuatan yang tak bermutu untuk tujuan-tujuan politik!,” ujar Sri Bintang dalam pesan WhatsAppnya, Jumat, 25 Agustus 2017.
Dengan rekayasa seperti ini, kata SBP, dikhawatirkan lahan-lahan petani Indonesia dikuasai Taipan-Taipan untuk produk-produk tani pro RRC. “Seperti Merica di tepian Danau Towuti, dll,” katanya singkat.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman