NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Pengamat pendidikan Aulia Reza Bastian mengatakan bahwa problem peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan No.23 th. 2017 sebenarnya hanya persoalan komunkasi yang tidak terselesaikan. Kalau mau jujur, pendidik mau 5 hari atau 6 hari, pendidikan 5 jam atau 8 jam tidak ada masalah selama ini diperuntukkan sekolah-sekolah yang sudah melaksanakan.
“Dalam pembuatan undang-undang ada beberapa tahapan yang harus dilewati, di antaranya. Ini hanya persoalan komunikasi, ada yang tidak terkomunikasikan dengan jelas sehingga ada kesalahpahaman kedua bela pihak,” kata dia dalam acara Workshop Pendidikan bertajuk “Memperbincangkan Kembali Pendidikan Indonesia: Upaya Memperkuat Peraturan Presiden No. 87 th. 2017 Tentang Pendidikan Karakter” yang dilaksanakan Jaringan Pemuda Nusantara (JPN) di Yogyakarta seperti dikutip dari rilis yang diterima redaksi, Rabu (20/9).
- Perpres Pendidikan Karakter Terbit, Kemendikbud Belum Rumuskan Juklak dan Juknis
- Pendidikan Karakter Kokohkan Jati Diri Bangsa Indonesia
- Pendidikan Karakter Butuh Sosok Guru Berkualitas
- Restorasi Karakter Bangsa
- Ketua MPR: Pendidikan Berkualitas Dimulai dari Kesejahteraan Guru
- Wasiat Ki Hajar Dewantara Untuk Pendidikan Nasional
- Aral Nasib Pancasila Terletak Pada Pendidikan
Aulia menuturkan, jika memang payung hukum di tingkatan daerah harus dibutuhkan, maka perlu dipahami prosedur yang harus dilalui.
“Ada tata cara menerbitkan undang-undang: merencanakan, menyusun, membahas, lalu mengundangkan. Dari tahapan itu ada beberapa landasan yang perlu diperhatikan adalah filosofis, sosialogis dan yuridis. Beberapa landasan kurang terkomunikasikan yang menyebabkan adanya beberapa perselisihan antar kelompok. Ditambah lagi memunculkan kekhawatiran saya bahwa perdebatan yang berkembang selama ini bukan ranah akademis karena ada kelompok tertentu yang ingin memainkan. Ada kutipan menarik dari Soekarno, ia menyampaikan apa yang dikatakan guru besarnya ketika pengukuhannya sebagai wisudawan ‘Hai Soekarno, jika anda kehilangan kesehatan, maka anda hanya akan kehilangan kesehatan, jika anda kehilangan materi, maka anda hanya akan kehilangan materi, tapi jika anda kehilangan karakter, maka habislah anda.’ Artinya, pendidikan karakter sangat mendasar, harus kita miliki dan dibangun dari sejak dini,” papar Aulia.
Selanjutnya, kata Aulia, pendidikan karakter bukan persoalan durasi pertemuan tatap muka antara guru dan murid, tapi penekanannya lebih ke isi. Bicara penyesuaian payung hukum maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan syarat pembuatannya.
“Sejauh ini belum ada Perda sebagai payung hukum untuk menopang program kerja penguatan pendidikan karakter. Oleh karena itu perlu pemprov atau Pemda Kabupaten/Kota membuat payung hukum menyesuaikan isi amanat Perpres No. 87 th. 2017. Membuat peraturan daerah ada syaratnya: diamanahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, program pembangunan daerah, berkaitan otonomi daerah dan kehendak masyarakat,” pungkasnya. (ed)
(Editor: Eriec Dieda & Ach. Sulaiman)