Pengamat: Kebijakan BBM Satu Harga dan Tahun Politik

Ilustrasi pertugas sedang mengisi BBM di salah satu SPBU/Foto istimewa

Ilustrasi pertugas sedang mengisi BBM di salah satu SPBU/Foto istimewa

NUSANTARANEWS.CO – Karena kekuasaan untuk menentukan kebijakan di seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan oleh politik kekuasaan, maka tahun politik adalah tahun konflik yang menyebabkan instabilitas pertahanan dan keamanan yang akan berimbas pada kehidupan ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Tahun politik merupakan tahun dimana pola kehidupan masyarakat berobah yang tadinya rukun menjadi saling curiga satu sama lainnya.

Kebutuhan yang paling mendasar bagi kehidupan masyarakat diantaranya adalah ketersediaan 2F, yaitu Food dan Energy. Di Indonesia dengan tanah yang subur maka bahan makanan bisa diperoleh secara relatif lebih mudah, tetapi untuk mengolah bahan makan (food) yang siap dikonsumsi, maka dalam proses pengolahan tersebut harus menggunakan energy. Oleh sebab itu energy merupakan kebutuhan yang paling pokok dalam kehidupan masyarakat. Sementara itu energy yang saat ini dianggap sebagai komponen yang sangat menentukan adalah BBM.

Sejak era Orde Baru hingga berakhirnya Orde Baru, BBM satu harga merupakan suatu target yang tidak pernah terealisasi. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis dan laju pertumbuhan kebutuhan BBM dibanding dengan laju pertumbuhan produksi BBM yang tidak sebanding.

Di era Orde Baru perbedaan harga BBM bukan merupakan konsumsi politik yang bisa menggoyang kekuasaan, karena Pertamina adalah Perusahaan Negara (Monopoli) yang tidak dibebani oleh kepentingan politik kekuasaan melainkan kepentingan politik kenegaraan, sehingga perbedaan harga BBM bukan merupakan issue politik. Perbedaan harga BBM lebih kepada pertimbangan kondisi geografis dan tingkat efisiensi.

Ketika Reformasi dimulai dan Pertamina berobah menjadi Pesero (P.T) maka beban P.T Pertamina semakin berat karena P.T Pertamina harus beroperasi layaknya seperti Perusahaan swasta lainnya yang kinerjanya diukur berdasarkan tingkat perolehan laba bukan tingkat kemajuan negara secara keseluruhan.

BBM satu harga bukan merupakan program negara tetapi merupakan program Kepala Negara yang dibebankan kepada PT. Pertamina. Sehingga kebijakan BBM satu harga lebih kepada pertimbangan politis bukan kepada pertimbangan ekonomis. Kebijakan BBM satu harga merupakan dilemma bagi PT. Pertamina.

Disatu sisi harus menanggung kerugian dari hari ke hari tanpa batas waktu, tetapi dilain sisi PT. Pertamina diwajibkan meningkatkan kinerjanya. P.T Pertamina harus berhitung sampai kapan penerapan BBM satu harga tidak mengganggu kinerja PT. Pertamina secara keseluruhan.

Dalam tahun politik, Kebijakan BBM Satu harga yang tidak dapat dilaksanakan oleh PT. Pertamina tidak akan menyebabkan Instabilitas politik di Indonesia secara keseluruhan karena harga BBM yang berbeda hanya di daerah tertentu dengan jumlah penduduk dan tingkat aktivitas ekonomi yang relatif kecil dan sedikit, sehingga masalah instabilitas politik akan lebih mudah diatasi oleh pihak keamanan.

Sebaliknya untuk didaerah padat penduduk, PT. Pertamina harus tetap bisa menjaga distribusi BBM dan elpiji bersubsidi agar tetap tersedia, karena jika distribusi terhambat maka yang terkena dampaknya adalah masyarakat secara keseluruhan termasuk pihak keamanan.

Distribusi BBM dan elpiji yang terhambat akan menyebabkan gejolak ekonomi dan sosial di masyarakat dan berlanjut kepada gejolak politik yang sulit dipadamkan sehingga dalam waktu singkat akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Oleh sebab itu dalam tahun politik, distribusi BBM dan elpiji bersubsidi membutuhkan pengawalan dan pengawasan ekstra oleh aparat keamanan.

Penulis: John Helmi Mempi (Pengamat Intelijen dan Kebijakan Strategis)

Exit mobile version