NUSANTARANEWS.CO – Mahbub Djunaidi sang penulis kolom tak tertandingi pada masanya memasuki haul yang ke-21. Dalam rangka itu, komunitas penggiat literasi Omah Aksoro bersama PMII dan BEM Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta menggelar Manakib Mahbub Djunaidi, Jumat (7/10) malam di kampus Jalan Taman Amir Hamzah Jakarta Pusat.
Beberapa tokoh penting hadir dalam kegiatan yang awalnya digagas dan lahir dari Tadarus buku-buku karya sang pendekar pena dari Betawi ini. Mereka yang melengkapi malam peneladanan Mahbub ialah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, KH Cholid Mawardi, KH Ahmad Bagja, Ridwan Saidi, KH Mujib Qulyubi, Abdullah Wong, Khotibul Umam Wiranu, serta dari pihak keluarga Mahbub, Isfandiari dan Mirasari Mahbub Djunaidi.
Dalam sambutannya, Menteri Lukman Hakim Saifuddin menyebut salah satu pendiri sekaligus Ketua Umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu sebagai Si Burung Parkit di Kandang Macan. Dijuluki demikian, sebab bagi Menag, mendiang Mahbub pernah menggunakan nama burung Perkit dalam sebuah kalimat sindiran yang epik dan yang kedua karena Burung Parkit merepresentasikan diri almarhum sendiri.
“Saya sebut demikian karena Beliau seperti halnya burung Parkit, suka bergaul dengan burung lain dan mempunyai kesetiaan yang tinggi. Juga, keberadaanya sebagai penanda kondusivitas sebuah lingkungan alam,” terang Menag di area Parkir UNUSIA, Jalan Taman Amir Hamzah No 5, Menteng, Jakarta Pusat, jum’at (07/10) malam seperti dilansir laman resmi Kemenag.
Menag menegaskan bahwa Mahbub merupakan Parkit unggulan. Dimana cericitannya mampu mempesona Merak, segarang gagak tapi juga selucu burung Beo. Disamping itu, lanjutnya, Mahbub adalah aktivis yang mempunyai pergaulan luas, seiring aktivitas Putra Betawi tersebut sebagai jurnalis, sastrawan, budayawan dan lain sebagainya.
“Almarhum sangat setia pada NU. Sejak kecil aktif dalam pengajian NU, masa muda dihabiskan untuk PMII, lalu aktif di PBNU,” imbuh Menag.
Mahbub itu, katanya lagi, tetap bergaya burung Parkit kendati berada di Kandang macan. Kandang macan itu adalah NU sendiri dan rezim Orde Baru.
“Beliau berperan sebagai Parkit atas nama diri sendiri, sehingga tidak membahayakan dan membebani orang sekelilingnya. Dengan gejolaknya, Mahbub rajin melakukan otokritik, dengan jenakanya, berani mengkritik rezim, dengan keusilannya, Beliau memotret sosial budaya masyarakat kita,” cetus Lukman.
Dalam pada itu, Menag menceritakan jasa Mahbub Djunaidi kepada keluarganya. Termasuk hubungan baik Mahbub dengan ayahanda dan kakak Menag. Terlepas dari kisah itu, yang paling penting dari pandangan Menag tentang Mahbub yang ia ceritakan mulai dari sepak terjang si Pendekar Pena yang mampu berteman lintas zaman, tulisan-tulisan Mahbub, perjuangannya dan juga kegigihan dalam mendidik junior.
“Sungguh, sangat sulit mencari orang seperti Mahbub Djunaidi di masa ini. Sosok yang tak silau dengan kekuasaan dan kekayaan, justru ketika kesempatan itu terbuka luas,” kenang Lukman.
Selain Menag yang memaparkan pengalaman nyata dan imajiner bersama Mahbub, beberapa tokoh yang berhsabat dengan Mahbub, seperti Khalid Mawardi, Ahmad Bagja dan Ridwan Saidi menceritakan beberapa kisah keteladanan yang mereka alami ketika berinteraksi langsung dengan Mahbub Djunaidi.
Sebagai bagian dari napak tilas Mahbub Djunaidi pada haulnya yang ke-21, juga diputar film dokumenter tentang Mahbub sebagai persembahan dari Omah Aksoro. (Riskiana/Red-02)