NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Puasa Ramadhan adalah strategi kebudayaan ala Waliyulloh.
Sekjen Kementerian Agama, M Nur Kholis Setiawan menuturkan bahwa di samping kewajiban agama, puasa ramadhan dalam implementasinya bisa disebut sebagai strategi kebudayaan dalam kultur nusantara dari hasil kreasi para kekasih Allah (auliya).
“Puasa tidak sekedar ibadah rutin tetapi menjadikan kita agar pandai bersyukur dan ridlo atas apa yang diberikan Tuhan,” kata Nur Kholis Setiawan, Rabu (8/5/2019).
Nur Kholis menjelaskan, kata ‘al-shiyam’ diambil dari QS Al-Baqarah 183 yang berbunyi ‘Ya aiyuhal ladzina amanu kutiba ‘alaikumus shiyam …” diterjemahkan secara apik oleh para waliyulloh dengan bahasa Jawa ‘puoso‘ yang berarti mupus roso (memutus rasa).
Guru Besar Tafsir UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini menerangkan bahwa hakikat puasa dengan menukil sepenggal kalimat Abu Hasan Assadzili, pendiri tasawuf Syaziliyah dalam kitabnya Almafakhirul ‘Aliyah fil Matsiril Syadziliya. ‘Idza aradtu an tandura ilallahi bibashirotil iman wal iqani daiman lini’amillah syakiran, wabiqadlaihi radliyan.’
Diterangkan Nur Kholis Setiawan, tatkala kalian ingin diberikan anugerah melihat Allah maka harus dengan basyiroh keimanan dan keyakinan.
“Dalam konteks puasa maka kita harus menjadi orang yang mampu memanej hawa nafsu, marah sedih galau dan lain sebagainya,” paparnya.
Nur Kholis menambahkan, kata ‘basyiroh‘ dimaknai sebagai mata batin, semakin diasah akan semakin bagus. Berbeda dengan kata ‘ainun‘ yang diartikan sebagai mata dalam pengertian biologis, makin tua bukan semakin bagus dan kadang mudah tertipu.
Hal lain yang dikatakan Nur Kholis Setiawan adalah agar manusia bisa melihat kebenaran Tuhan adalah manusia harus rela (ridlo) atas segala hal yang telah ditentukan oleh Allah SWT.
“Kalau kita bisa memenej hawa nafsu dengan bersyukur atas nikmat Allah dan rela akan ketentuan-Nya, maka menjadi indikator bahwa puasa yang kita lakukan menjadi berkualitas,” imbuhnya.
“Kualitas puasa yang kita lakukan selalu meningkat bukan sebatas karena kita ingin mendapatkan pahala atau hadiah, tapi karena semata-mata mendapatkan keridloan Tuhan,” sambung dia.
(rb/ed/ns)
Editor: Eriec Dieda