NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah Indonesia diminta perlu terus mewaspadai dampak serangan Amerika Serikat dan sekutu ke Suriah 14 April lalu, terhadap perekonomian. Serangan tersebut dinilai berpotensi menganggu subsidi pemerintah, khususnya di sektor minyak.
“Produksi minyak Suriah terus menurun tapi dampaknya besar sebab melibatkan negara-negara penentu harga minyak dunia. Ini yang kita wajib waspadai bagi perekonomian domestik dan utamanya subsidi,” kata Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia dikutip dari keterangannya, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Setelah sempat mengalami penurunan, hari ini Senin (18/4/2018) pukul 13.30 WIB, harga harga minyak mentah Brent berjangka USD 72.09 per barel dari sebelumnya USD 71.42 per barel. Begitu juga harga minyak berjangka AS, West Texas Intermediate (WTI) dari USD 66.22 per barel kini sudah naik menjadi 67.04 per barel. Sebelum serangan dilancarkan ke Suriah harga minyak meningkat hampir 10 persen.
“Namun, pemerintah perlu waspadai pos belanja negara, berpotensi menaikkan subsidi bahan bakar minyak (BBM), elpiji 3 kilogram, dan serta listrik. Apalagi listrik kita masih banyak menyerap energi fosil,” ujar Bahlil.
Kata dia, Pertamina dan PLN harus waspada dan kedua BUMN semestinya mempersiapkan protocol of crisis bila sewaktu-waktu harga minyak terus melonjak.
Terakhir Bahlil mengingatkan, tak hanya subsidi kenaikan harga minyak dunia berpotensi menekan inflasi sebab akan memicu kenaikan harga BBM non penugasan (di luar subsidi), seperti Pertalite dan Pertamax. Biaya produksi Pertamina akan meningkat sebab menggunakan komponen impor dan biaya transportasi. Pemerintah menargetkan mampu menjaga tingkat inflasi sebesar 3,5 plus-minus 1% pada 2018. (red)
Editor: Gendon Wibisono