Patah Hati Bisa Picu Kematian

If you make it through the next two weeks, you should be safe until springtime Getty Images/iStockphoto via independent

If you make it through the next two weeks, you should be safe until springtime Getty Images/iStockphoto via independent

NUSANTARANEWS.CO – Seorang psikiater Lenox Hill Hospital di New York, Matthew Lorber mengatakan patah hati bisa berujung pada kematian. Sebab, sindrom patah hati datang ketika seseorang mendapatkan kabar berita yang mengejutkan dan mengerikan berjumpa dengan hormon stres yang dilepaskan ke dalam aliran darah dan jantung yang selanjutnya saling berbenturan antar satu sama lainnya.

Sindrom patah hati, kata Lorber, bisa datang dari mana dan apa saja. Misal, berita kematian orang yang sangat dicintai, berita perceraian, tiba-tiba dipecat bos dari pekerjaan. “Apapun yang dapat menyebabkan stres yang intens,” kata Lorber seperti dilansir CNN, Selasa (3/1/2017).

Untuk itu, Lorber menyarankan agar orang santai dan rileks saja ketika mendengarkan kabar berita yang mengejutkan dan mengerikan. “Kabar berita tidak harus menjadi buruk, karena bisa pula menjadi kabar baik meski didapatkan secara spontan, tiba-tiba dan mengejutkan,” terang Lorber.

Sebab, jika tidak disikapi demikian, maka apapun itu kabar berita yang datang secara tiba-tiba dan mengejutkan bisa membuat shock. “Atau dapat menyebabkan sindrom patah hati,” tambah dia.

Lorber menambahkan, gejala sindrom patah hati berupa nyeri di dada yang amat intens, sesak napas dan perubahan ekstrim pada tekanan darah. Ketika hormon-hormon stres terus menggumpal di dalam hati, maka hal ini akan memicu percepatan dan perlambatan jantung hingga menyebabkan rasa sakit serta napas terengah-engah.

Sindrom patah hati ini pertama kali pernah dipelajari di Jepang pada era 90-an yang dikenal dengan istilah sindrom Takotsubo. Meski sulit dipahami, seorang ahli jantung dan asisten profesor kedokteran di divisi kardiologi di University, Dr Kevin R. Campbell mengatakan bahwa secara teori ada benarnya juga sindrom patah hati dalam menyebabkan stres hingga berujung pada kematian. Namun, penyebab utamanya apa masih belum teridentifikasi secara jelas.

“Ini benar-benar suatu hal yang menarik, kita tidak sepenuhnya memahami,” ucap dia.

Namun disebutkan, sindrom ini paling sering dialami oleh perempuan, 90% dari kasus yang dialami mereka yang memiliki riwayat masalah neurologis seperti kejang-kejang, serta masalah kesehatan mental.

Lebih lanjut, sindrom patah hati (broken heart) dikenal dengan istilah stress-induced cardiomyopathy. Di mana, cardiomyopathy mengacu pada melemahnya otot jantung. Sindrom patah hati bisa menyebabkan cairan masuk ke dalam paru-paru. Itu bisa menyebabkan perubahan berbahaya dalam tekanan darah.

“Ia bahkan bisa menyebabkan serangan jantung, yang dapat menyebabkan kematian,” imbuh Lorber lagi.

Stres yang ekstrim juga dapat menyebabkan stroke.

“Stres emosional yang ekstrim juga dapat menyebabkan kenaikan atau perubahan tekanan darah, yang dapat mengakibatkan stroke hemoragi, ketika pembuluh darah pecah dan berdarah ke dalam jaringan otak,” ucap pakar neurologi di New York, Dr. Paul Wright. (ER)

Exit mobile version