Pasukan Irak Berhasil Hancurkan ISIS, Australia Tarik Pulang Tentaranya

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne mengumumkan operasi militer Angkatan Udara Australia (RAAF) di Irak telah berakhir. Foto: Sydney Morning Herald

Menteri Pertahanan Australia Marise Payne mengumumkan operasi militer Angkatan Udara Australia (RAAF) di Irak telah berakhir. Foto: Sydney Morning Herald

NUSANTARANEWS.CO – Perang Irak sudah berlangsung selama 14 tahun. Selama itu pula, Australia menempatkan sedikitnya 2.000 pasukannya di Baghdad di bawah bendera pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat.

Ketika perang kembali bekecamuk di Irak dan Suriah pada tahun 2014, Australia membawa misi serangan udara, pelatihan dan informasi intelijen. Selandia Baru tercatat masuk dalam koalisi ini, di mana mereka bermarkas di pangkalan militer Taji, sebelah utara Baghdad bersama pasukan Australia.

Perang di Irak semakin mematikan. Terlebih setelah adanya keterlibatan Iran dan Rusia, terutama di Suriah. Tak pelak, pada tahun 2015 Australia kembali menerjunkan sekitar 300 tentaranya ke Irak, dan 170 tentara adalah pasukan khusus Australia.

(BACA: Amerika Serikat Kalah Perang di Suriah Melawan Rusia dan Iran)

Tanpa disadari, campur tangan pasukan koalisi AS di Irak telah menciptakan situasi yang semakin tak kondusif. Kelompok ISIS justru tumbuh subur, terutama setelah Al Qaeda hancur lebur.

Sebagai catatan, selama campur tangannya di Suriah, koalisi AS telah mempersenjatai kubu oposisi pemerintahan Suriah yang mengakibatkan krisis semakin meruncing dan semakin membesar. Krisis ini tak lepas dari efek perang di Irak, di mana para militan menggeser perangnya hingga ke Suriah.

(BACA: Pasukan Pemerintah Telah Membebaskan Seluruh Irak Dari Kekuasaan ISIS)

Tepat pada 9 Desember 2017 lalu, Perdana Menteri Irak Haider Al-Abadi secara resmi mengumumkan pembebasan penuh Irak dari ISIS. Pengumuman ini menyusul keberhasilan pasukan Irak merebut kembali semua daerah yang pernah dikuasai ISIS selama bertahun-tahun. Abadi juga mengatakan bahwa seluruh daerah yang dikuasai ISIS termasuk yang berbatasan dengan Suriah telah dibersihkan dan dikendalikan sepenuhnya.

Keberhasilan pasukan Irak ini juga diikuti pasukan Suriah. ISIS dilaporkan sudah tidak memiliki pusat komando di Suriah karena telah hancur dihantam pasukan pemerintah yang dibantu lewat udara oleh angkatan udara Rusia. Vladimir Putin mengklaim, pasukan Suriah dan Rusia telah berhasil menghancurkan ISIS dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini. Klaim kemenangan ini ditandai dengan penarikan pasukan angkatan udara Rusia yang berbasis di pangkalan udara Khmeimim di Provinsi Latakia, Suriah pada 12 Desember lalu.

(BACA: Setelah 2 Tahun Perang, Rusia Resmi Tarik Tentaranya dari Suriah)

Memasuki penghujung Desember 2017, Menteri Pertahanan Australia Marise Payne mengumumkan operasi militer Angkatan Udara Australia (RAAF) di Irak telah berakhir. Australia, kata dia, akan menarik enam pilot pesawat tempur super hornet yang selama ini mendukung operasi tentara Australia di Timur Tengah, utamanya Irak.

“Saya ingin secara khusus mengakui pilot hornet dan super hornet telah melakukan upaya fenomenal yang mendukung para kru selama tiha tahun terakhir,” kata Payne di RAAF Base Glenbrook seperti dikutip World News Daily, Selasa (26/12/2017).

(BACA: Rusia Mempersiapkan Rekonsiliasi Suriah di Sochi)

Payne memastikan, personil jet tempur Australia akan pulang pada awal tahun baru sekaligus menegaskan Australia masih ingin berpartisipasi dalam perang saudara di Timur Tengah. “Ini bukanlah akhir dari keterlibatan Australia di Irak,” tegasnya.

Payne memastikan, pasukan khusus Australia masih akan terus mendukung operasi pasukan keamanan Irak. “Mereka akan terus mendukung pasukan keamanan Irak dan layanan kontra-terorisme guna memastikan bahwa Daesh (ISIS) tidak kembali melakukan perlawanan,” katanya.

Selama 14 tahun beperang di Irak, Australia memastikan tidak ada tentaranya yang tewas. (red)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version