Nongol di Parade 412, Setnov Tampak Tak Paham Etika

Setya Novanto saat Hadiri Parade Kita Indonesia. Foto via @mega_captain

Setya Novanto saat Hadiri Parade Kita Indonesia. Foto via @mega_captain

NUSANTARANEWS.CO – Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) Indonesia, Ubedillah Badrun, mengungkapkan bahwa Setya Novanto (Setnov) seperti tidak peka dan tidak memiliki pemahaman etika saat hadir di Parade Kita Indonesia (Aksi 412) lalu.

Pasalnya, menurut Ubedillah, sebagai pejabat publik dalam hal ini Ketua DPR RI, seharusnya Setnov bisa memposisikan dirinya saat situasi sosial dan politik sedang pro-kontra.

“Karena itu wilayah sensitif yang harusnya Novanto peka, maka Setya Novanto nampaknya tidak mengindahkan hal-hal sensitif terkait situasi politik, situasi sosial dan tidak peka terhadap aturan gubernur,” ungkapnya saat dihubungi di Jakarta, Selasa (6/12/2016).

Oleh karenanya, lanjut Ubedillah, semua pihak harus mempertanyakan etika politik yang dimiliki oleh Setnov. “Secara etika politik, patut dipertanyakan karena ada indikasi pelanggaran etik karena terkesan mengabaikan peraturan yang berlaku,” ujarnya tegas.

Pasalnya, Ubedillah mengatakan, kapasitas dan pemahaman Setya Novanto terkait etika dengan sejumlah kontroversi yang dimilikinya sangat penting untuk dipertanyakan.

Track record Novanto memang tersangkut sejumlah masalah, dari kehadirannya bertemu Trump saat sebelum pilpres AS, komunikasinya dengan elit Freeport terkait saham dan seterusnya adalah fakta yang cukup untuk meragukan kemampuan pemahamannya dan kepekaannya pada etika politik,” katanya.

Sekelas Ketua Partai dan Ketua DPR, Ubedillah menambahkan, selayaknya tidak perlu hadir di sebuah acara yang justru kontra-produktif dengan apa yang sudah dilakukan Presiden Jokowi dan Wapres JK yang hadir dalam aksi super damai 212.

“Secara hak warga negara, Setya Novanto sah-sah saja hadir, tetapi pada diri Setya Novanto itu melekat dua posisi penting yaitu Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Oleh karenanya Setya Novanto nampaknya kurang sensitif dalam membaca dinamika politik. Apalagi jika perkara bendera partainya yang dihadirkan di acara tersebut menuai persoalan hukum. Tentu itu memprihatinkan,” ungkapnya menyudahi. (Deni)

Exit mobile version