Nigeria, Negara Kaya Yang Terserang Penyakit Kemiskinan Kronis

Rich Country, Poor People; Poverty in Nigeria
Negara kaya yang rakyatnya miskin

NUSANTARANEWS.CO – Nigeria adalah  negara kaya yang kini sedang sekarat terserang penyakit kemiskinan kronis. Padahal populasi dan sumber daya ekonominya sangat besar. Jumlah penduduk negara produsen minyak terbesar Afrika ini mencapai 190 juta orang – menjadikannya sebagai negara terpadat di Afrika.

Diperkirakan, hampir seratus juta penduduk negeri kaya minyak ini hidup dalam kemiskinan kronis. Sementara 75% penduduknya hidup di bawah pendapatan garis kemiskinan US $3,20 per hari. Dengan kata lain, 40% pendapatan nasional hanya dinikmati oleh 10% penduduknya. Bahkan untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan hanya dapat menjangkau separuh penduduknya saja.

Ejike Bob Udeogu, dosen senior di bidang ekonomi di University of East London mengatakan bahwa, penanganan ekonomi oleh pemerintahan Buhari telah mengakibatkan kemiskinan yang mengerikan. Menurut Oxfam, sejak 2017, Raksasa Afrika ini telah menduduki posisi terendah dalam mengurangi ketimpangan.

Udeogu juga menunjukkan bahwa Buhari tidak membuat banyak kemajuan dalam memberantas korupsi, bahkan semakin meluas tak terkendali. Berdasarkan indeks korupsi Transparency International antara 2016 dan 2017 posisi Nigeria merosot dari 136 ke 148.

Kombinasi korupsi dan kemiskinan ekstrim serta ketimpangan ekstrim pada gilirannya telah memicu beberapa pemberontakan seperti: kelompok Boko Haram di timur laut negara itu, Niger Delta Avengers (NDA) di selatan, dan gerakan separatis di Biafra, yang berbatasan dengan Kamerun.

Dalam sebuah studi di University of Michigan pada 2017, melaporkan bahwa kebangkitan nasionalisme etnis dan agama di Nigeria “telah menyebabkan tingkat ketegangan yang begitu tinggi” – sehingga mengancam eksistensi negara tersebut.

Kinerja ekonomi yang buruk boleh dikatakan telah menjadi trigger penyebab kebangkitan ekstremisme, pemberontakan, dan gerakan separatis di beberapa bagian negara dalam beberapa tahun terakhir. Para pengkritik Buhari  juga mengatakan dengan keras bahwa dalam empat tahun menjabat sebagai Presiden, Buhari telah gagal memenuhi janji untuk memperbaiki ekonomi, mengatasi korupsi dan meningkatkan keamanan.

Belum lagi dengan tuduhan pemilu “palsu” yang dilontarkan oleh kelompok oposisi sehubungan dengan kemenangan periode ke-dua Muhammadu Buhari dalam pemilu 27 Februari lalu – di mana komisi pemilihan umum negara itu merilis hasil pemilihan berdasarkan data dari mesin pembaca kartu pemilih yang telah diubah.

Kelompok oposisi menolak hasil pemilu ini karena adanya dugaan kecurangan pemilu dan campur tangan aparat keamanan dalam pelaksanaan pemilu – di mana sempat terjadi kekerasan dalam skala besar yang mengakibatkan 260 orang terbunuh dalam kaitan pemilu.

Belum lagi penundaan jadwal pencoblosan yang membuat kecewa banyak pemilih yang tinggal jauh dari tempat pemungutan suara, mereka belum tentu memiliki waktu dan uang untuk melakukan perjalanan lagi. Kelompok oposisi menuduh presiden mengatur penundaan ini untuk menekan jumlah pemilih.

Siklus pemilihan presiden terbaru Nigeria telah menjadi berita buruk bagi demokrasi di negara terpadat Afrika itu dan di seluruh benua. Meskipun Presiden Buhari memenangkan pemilihan, namun hal itu rusak oleh jumlah partisipasi pemilih yang sangat rendah dalam sejarah pemilu Nigeria dan tuduhan kecurangan yang kredibel.

Namun, kelompok oposisi pun akhirnya pasrah karena margin kemenangan Buhari — sekitar empat juta suara — begitu besar sehingga pengadilan pemilu tidak mungkin membalikkan hasilnya.

Kualitas buruk dari siklus pemilu ini dan rendahnya jumlah pemilih, tidak menginspirasi kepercayaan, dan orang-orang Nigeria mulai mempertanyakan apakah demokrasi benar-benar ada di negara mereka. (Agus Setiawan)

Exit mobile version