Menko Polhukam: Kita Tak Perlu Malu, Marah atau Kesal Menonton Film Sejarah

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/RF)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/RF)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan pemutaran kembali Film Penghianatan G30S/PKI, dan ajakan untuk nonton bareng bagi beberapa institusi merupakan hal yang tidak perlu diperdebatkan. Pasalnya, peristiwa 30 September 1965 adalah peristiwa sejarah kelam bangsa Indonesia.

“Masih banyak peristiwa serupa yang dialami bangsa Indonesia seperti pemberontakan DI/TII, Pemberontakan PRRI/Permesta, peristiwa Malari di tahun 1974 yang semua itu adalah rangkaian fakta sejarah yang sudah berlalu,” kata Wiranto dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Minggu (24/9/2017) malam.

Wiranto menjelaskan, kita tidak mungkin memutar kembali jarum jam dan mengubah fakta sejarah sekehendak sendiri. Sebab, sejarah tersebut merupakan bagian dari perjalanan bangsa yang dapat dijadikan referensi bangsa untuk menatap ke masa depan.

“Menonton film sejarah memang perlu bagi generasi berikutnya untuk memahami sejarah kebangsaan Indonesia secara utuh. Kita tak perlu malu, marah atau kesal menonton film sejarah. Ajakan atau anjuran menonton tak perlu dipolemikkan apalagi sampai membuat bangsa ini bertengkar dan berselisih. Anjuran Presiden untuk mempelajari sejarah kebangsaan dengan menyesuaikan cara penyajian agar mudah dipahami oleh generasi milenium, merupakan kebijakan yang rasional,” terang Wiranto.

Kata Menko Polhukam, menjelang bulan Oktober telah muncul berbagai isu yang cukup meresahkan masyarakat dan telah menjadi perdebatan publik dengan berbagai spekulasi yang menggiring terjadinya konflik horizontal yang perlu segera dihentikan agar tak mengganggu kepentingan nasional.

“Oleh sebab itu, perlu penjelasan resmi dari Kemenko Polhukam berkenaan dengan beberapa isu miring yang telah tersebar di kalangan masyarakat baik lewat media mainstream maupun media sosial,” ucapnya. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Exit mobile version