Mengenal Visi “Four Seas Strategy” Suriah Presiden Assad

Presiden Assad
Presiden Suriah Bashar Al-Assad

NUSANTARANEWS.CO – Pada tahun 2009, Presiden Suriah Bashar Al-Assad mengumumkan sebuah visi “Four Seas Strategy” – sebagai upaya membangun aliansi energi baru di Timur Tengah. Dengan strategi geopolitik tersebut, Presiden Assad ingin menghubungkan Empat Laut yakni: Laut Tengah, Laut Kaspia, Laut Hitam dan Teluk Persia ke dalam jaringan energi.

Sedangkan negara-negara yang diharapkan dapat berkolaborasi mengimplementasikan visi empat laut tersebut adalah: Turki, Iran, Irak, Yordania, dan Suriah tentu saja. Damaskus sendiri telah mempromosikan visi ini sebagai kebijakan utama politik luar negeri Suriah.

Presiden Assad sendiri telah menyerukan kepada Turki, Irak, dan Iran untuk bersatu dalam aliansi baru yang akan berfungsi sebagai persimpangan global untuk perdagangan yang menghubungkan Laut Mediterania, Laut Hitam, Laut Kaspia, dan Teluk Persia

Secara geopolitik, posisi Laut Kaspia di arah timur bersilangan dengan koridor Jalur sutra ke arah barat. Wilayah yang terletak di antara Iran dan Rusia ini menjadi terkenal sebagai sumber alternatif bagi konsumen energi dunia – terutama mengingat meningkatnya ketidakstabilan pasokan energi dari Timur Tengah. Laut Kaspia diketahui memiliki cekungan terbesar di dunia untuk minyak dan gas alam di luar Teluk Persia dan Rusia.

Langkah Cina ke zona Kaspia itu sendiri merupakan upaya untuk mendiversifikasi ketergantungan energi dari kawasan Teluk yang tidak stabil. Bila persilangan Four Seas Strategy dan Jalur Sutra dapat saling bersinergi di masa depan tentu akan berimplikasi besar terhadap Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Pada awalnya, strategi ambisius Assad, sangat bergantung pada hubungan bilateral Suriah dan negara tetangganya Turki – terutama untuk mengintegrasikan jaringan gas mereka dengan Arab Gas Pipeline (AGP) yang berpangkal di Mesir yang memasok Yordania, Suriah, Lebanon dan Turki. Rencana pembangunan jaringan pipa yang terintegrasi tersebut ditandatangani Suriah dan Turki pada 2009 dan diharapkan selesai pada 2011.

Harus diakui bahwa visi Presiden Assad sangat cerdas dan tepat dalam memainkan strategi geopolitik dan geoekonomi di kawasan Timur Tengah. Menjadikan Suriah sebagai pusat transit energi yang menghubungkan jaringan pipa minyak dan gas ke pipa Nabucco yang akan membawa minyak dari Laut Kaspia ke Turki dan ke Eropa.

Assad juga telah menandatangani perjanjian migas dengan Armenia dan Azerbaijan serta membangun kembali hubungan dengan Irak untuk untuk membuka kembali saluran pipa minyak yang mengalir dari Kirkuk ke pelabuhan Banias di Suriah. Kapasitas jaringan pipa tersebut mencapai 200.000 bph, dan ditutup pada 1979 ketika Suriah dan Irak berseteru. Presiden Assad ingin membangun jalur pipa kedua, dengan kapasitas 1,4 juta bph.

Selain itu, Assad mulai membangun aliansi dengan Iran dan Hizbullah untuk menghidupkan kembali pengaruh politik Damaskus yang terus menurun karena ditekan oleh aliansi AS, Israel dan Arab Saudi. Bersama Iran dan Hizbullah, pengaruh politik Suriah mulai menguat kembali di kawasan. Bukan itu saja, Suriah siap bersaing dengan Arab Saudi sebagai penyedia migas utama di kawasan.

Pada Musim Semi 2011, di tengah langkah awal rencana besar Presiden Assad menjadi pemasok utama energi global, aliansi AS-Israel-Arab Saudi serta sekutu mereka mulai melancarkan Perang Proxy di Suriah. (as)

Exit mobile version