Kolom Letnan Jenderal TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin
NUSANTARANEWS.CO – Tahun 1997, Bank Dunia memperkirakan jumlah pengangguran di Indonesia akan mencapai angka besar, namun BPS (Badan Pusat Statistik) membeberkan jumlah pengangguran hanya sekitar 13,8 juta orang. Data ini kian diperkuat oleh Depnaker yang memperkirakan jumlah pengangguran sampai dengan tahun 1998 adalah 13,4 juta orang.
Dengan situasi ini, maka daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan menjadi merosot. Dampak lanjutan ini bermuara pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat tajam, menjadi sekitar 80 juta lebih, atau sekitar 40% dari jumlah penduduk. Bahkan ada yang memperkirakan jumlahnya mencapai 113 juta orang.
Kondisi kemiskinan yang merebak merupakan lahan subur bagi suatu gejolak sosial. lsu politik nasional yang terfokus pada pimpinan nasional tahun 1998 memperoleh penguatan yang luar biasa akibat lemahnya kemampuan sebagian rakyat Indonesia menanggung beban hidupnya.
Berawal dari berbagai kerusuhan sejak tahun 1996 sampai tahun 1998 yang ditandai pergantian pimpinan nasional telah mengakibatkan ketidakpastian situasi. Dinamika gelombang reformasi bergerak tanpa arah yang jelas dan menyentuh sendisendi keamanan yang ekses dan distorsinya mengganggu kehidupan masyarakat di seluruh tanah air. Kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan telah memberikan efek negatif terhadap keamanan yang merupakan persyaratan berputarnya roda perekonomian masyarakat.
Dalam skala besar, masalah keamanan dengan lahan subur kemiskinan yang dikombinasikan dengan isu lokal yang bernuansa SARA, menjadi masalah nasional yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari alur masalah yakni problem kemiskinan dari akibat rendahnya kesejahteraan masyarakat. lsu kesenjangan perlakuan era Orde Baru, baik antara kroni dengan non kroni pemerintah, maupun antara yang kaya dan miskin, memperoleh berbagai kemudahan untuk disebarluaskan oleh media yang memperoleh bentuk kebebasan baru yang cenderung tanpa batas.
Ditambah dengan berbagai isu tentang hak asasi manusia, maka gejolak sosial menjadi nuansa rutin kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia. Upaya tindakan atas dampak kerawanan keamanan menjadi semakin sulit akibat luasnya eskalasi permasalahan di satu sisi, sementara di sisi lain tekanan publik telah mendemotivasi pendekatan keamanan dan di pihak lain, aparat keamanan merasakan kelemahan kepastian hukum untuk bertindak.
Karena dibayangi trauma terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dapat berakibat aparat tersebut berhadapan dengan tuntutan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, alternatif titik berat solusi kesejahteraan masyarakat harus dijadikan elemen utama pendekatan upaya mencapai keamanan nasional yang implementasinya dilaksanakan secara seimbang. []
Baca: Efek Lanjutan Kerusakan Sistem Ekonomi 1997
Editor: Romandhon