Malaysia Gigih Main Klaim, Masyarakat Nunukan Tagih Keadilan Pemerintah RI

Kaltara Membara/Ilustrasi Nusantaranews

Kaltara Membara/Ilustrasi Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Pancasila butir kelima berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Atas nama Pancasila, pertanyaan bertubi-tubi muncul dari lidah rakyat, sudahkah pemerintah berlaku adil? Sekian peristiwa menggetirkan di tanah air belakangan ini menunjukkan bahwa ketidakadilan masih jauh dari harapan seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang merasa dirinya belum mendapatkan keadilan terud bergejolak. Parahnya lagi, gejolak kian membara lantaran asupan intervensi dari pihal Asing. Benar ada provokasi dari pihak-pihak yang berkepentingan menguras kekayaan alam Indonesia.

Belum lama dari pengusiran pesawat Malaysia di udara Natuna oleh pesawat TNI AU Indonesia, klaim kepemilikan atas 28 desa di perbatasan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) kembali dilancarkan oleh Negeri Jiran. Pencaplokan ini diawali dengan mengklaim dua sungai di Kaltara yaitu Sungai Sumantipal dan Sungai Sinapad.

Kegigihan Malaysia untuk mencaplok bagian wilayah NKRI tidak sekadar mengklaim, melainkan juga membangun bangunan di pantaran kedua sungai tersebut. Persis seperti pernyataan Anggota Komisi II DPR RI Hetifah Sjaifudian di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (20/7/2016) lalu, seperti diberitakan nusantaranews.co.

(Baca: Malaysia Caplok Wilayah Indonesia, DPR Tantang Mendagri dan BNPP Turun Ke Lapangan)

Pernyataan senada disampaikan oleh Ketua Pemuda Penjaga Perbatasan Kabupaten Nunukan Lumbis. Pihaknya membenarkan bahwa pemerintah Negeri Jiran memang gencar merayu mesyarakat di perbatasan Kaltara. Tentunya dengan berbagai iming-iming yang menggiurkan masyarakat di Kecamatan Lumbis Ogong. Untuk sementara, godaan kehidupan yang lebih baik yang ditawarkan pemerintah Malaysia belum meluluhkan masyarakat perbatasan. Sebab di lubuk hati masyarakat kuat tertanam rasa cinta terhadap tanah air. Artinya, masyarakat di perbatasan kabupaten Nunukan masih memiliki sikap nasionalisme yang tinggi dalam jiwa mereka.

Lumbis tidak menyangkal jika bahwa sebagian sanak keluarganya ada yang menjadi warga negara Malaysia. Bahkan sebagian dari mereka ada yang menjadi pejabat di negeru Jiwan tersebut. Kendati mereka sudah tidak tinggal di tanah kelahiran mereka di Indonesia, sikap nasionalisme tetap utuh sehingga mereka pantang untuk pindah kewarganeraan. Namun, pemerintah tidak boleh menutup mata atas sikap tersebut. Lambat laun, jika masalah klasik yaitu ketidakadilan belum terjamin di perbatasa Kaltara, bukan sesuatu yang mustahil bahwa masyarakat Nunukan akan pindah kewarganegaraan.

Harapan Lumbis kepada pemerintah supaya memfokuskan perhatiannya kepada masyarakat perbatasan adalah keniscayaan. Kesejahteraan hidup masyarakat perbatasan tidak boleh tidak harus diberikan secara merata. Kesejahteraan dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur jalan, jembatan, sekolah, dan terpenuhinya bahan pokok, serta hal-hal yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat.

Jika Kelalain pemerintah selama ini dalam menyelesaikan masalah klasik di perbatasan Kaltara terus berlanjut, maka getolnya Malaysia melakukan upaya-upaya politik akan berhasil. Selanjutnya pemerintah Indonesia akan ribut-ribut di waktu yang sudah jauh terlambat. Salah satu upaya nyata yang dilakukan Malaysia adalah membujuk warga negara Indonesia (WNI) di Kecamatan Lumbis Ogong untuk menjadi warga negara Malaysia dengan pemberian identitas kependudukan secara gratis dengan cara dimobilisasi.

“Namanya manusia apabila selalu dibujuk dan dibujuk dengan iming-iming yang menggiurkan dan langsung diberikan maka tidak tertutup kemungkinan hatinya akan luluh dan suatu saat akan terpengaruh menjadi warga negara Malaysia,” kata Lumbis seperti dilansir Antara.

Supaya masyarakat tidak mudah terprovokasi untuk pindah warga negara, pembangunan di wilayah perbatasan tidak boleh tidak mesti digalakkan oleh pemerintah. Jika ada itikad baik mensejahterakan masyarakat Nunukan, seiring dengan rencana pemekaran daerah bari di Kaltara, bukan hal sulit bagi pemerintah untuk menjalankan pembangunan yang nyata. (Sulaiman)

Exit mobile version