Lapangan Kerja di Sektor Pertanian Disebut Alami Kemunduran di Era Jokowi

pertanian organik, petani ponorogo, pemkab ponorogo, bupati ponorogo, ipong muchlissoni, pupuk organik, nusantaranews
Petani Kabupaten Ponorogo. (Foto: Muh Nurcholis/NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintahan Jokowi mengklaim sudah berhasil menciptakan 10 juta lapangan kerja sepanjang 2015-2018. Data ini dinilai bertolak belakang dengan laporan Badan Statistik Nasional (BPS) yang menyebutkan lapangan kerja dalam kurun waktu 3 tahun hanya mencapai 9,38 juta.

Komisi Ekonomi PB HMI mengaku telah melakukan kajian terkait lapangan kerja yang diciptakan pemerintahan Jokowi-JK, setidaknya 3 tahun terakhir.

PB HMI menemukan di era Jokowi-JK lapangan kerja utama seperti sektor pertanian mengalami kemunduran. “Per Agustus 2018, serapan tenaga kerja di sektor pertanian anjlok 220 ribu orang atau -0,89%,” ata Ketum HMI MPO, Zuhad Aji Firmantoro, Jakarta, Rabu (9/1/2019).

Padahal, kata Aji, sektor pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar yakni 28,7% dari total penduduk bekerja.

“Pemerintah terlambat merespon anjloknya harga sawit, karet dan kopra di level petani. Sementara itu petani beras mengeluh besarnya impor beras merusak harga gabah petani di saat panen raya,” jelas dia.

“Kebijakan pemerintah belum berpihak pada petani,” tambahnya.

Di sisi lain, kata Aji, klaim pemerintah berhasil menciptakan 10 juta lapangan kerja juga tidak berdasar karena lapangan kerja khususnya di era digital bukanlah hasil kerja pemerintah.

“Sebagai contoh transportasi online berhasil merekrut 2 juta tenaga kerja informal karena inovasi anak-anak muda digital. Tapi Pemerintah justru plin plan dalam membuat regulasi transportasi online. Lebih dari 4 kali aturan transportasi online direvisi Pemerintah. Perlindungan terhadap driver online juga lemah,” paparnya.

“Artinya dalam kasus transportasi online, keberadaan pemerintah bisa dikatakan absen,” ungkap Alumni Universitas Islam Indonesia (UII) Yogayakarta ini.

Lebih lanjut Aji menuturkan PB HMI juga menemukan sebanyak 22% pekerja di Indonesia bekerja paruh waktu (partime) naik dari setahun sebelumnya Agustus 2017 yakni 20,4%.

“Ini membuktikan sempitnya lapangan kerja di sektor formal sehingga masyarakat terpaksa bekerja secara partime tanpa ada kepastian karier dan jaminan sosial di tempat kerja,” katanya.

Sementara itu, tambah Aji, pengangguran di tingkat SMK masih tinggi yakni 11,24% naik dari posisi Februari 2018 sebesar 8,92%. Pengangguran SMK bahkan lebih tinggi dari lulusan SD hanya 2,43% dan SMP 4,8%.

“Ini bukti kegagalan pemerintah dalam merevitalisasi program vocational school atau sekolah vokasi. Lulusan SMK tidak terserap kerja karena kurangnya mutu pengajar, kurikulum yang terlalu banyak teori kelas, minim praktik dan kerjasama dengan industri,” pungkasnya.

(gdn/wbn)

Editor: Gendon Wibisono

Exit mobile version